Jelang HUT OPM 1 Desember: Papua Hadapi Ancaman Cukup Beragam
Bagikan opini, gagasan, atau sudut pandang Anda mengenai isu-isu terkini
Kirim Tulisan

Jelang HUT OPM 1 Desember: Papua Hadapi Ancaman Cukup Beragam

Jumat, 29 Nov 2013 11:53 WIB
Catatan: Tulisan ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi detik.com
Jakarta - Di Papua jelas Pemerintah RI menghadapi secara politik ancaman dari varian politik gerakan Organisasi Papua Merdeka (OPM), yaitu KNPB (Komite Nasional Papua Barat) dan aspek gangguan keamanan dari sisa-sisa aksi teror dari OPM.

Aktivitas politik dari varian gerakan politik OPM pada tahap ini dilakukan oleh KNPB melalui agitasi politik menanamkan dan membangkitkan semangat untuk merdeka. Berbagai bentuk orasi massa dilakukan kelompok ini, membentuk suasana revolusioner di kalangan masyarakat Papua untuk menentang Pemerintah melalui berbagai aksi radikal mulai aksi unjuuk rasa, perusakan massal dan radikalisme lainnya.

Seperti yang diberitakan Kompas.com sebelumnya, unjuk rasa yang digelar KNPB di Taman Budaya Waena Expo, Selasa (26/11/2013) lalu, berakhir dengan bentrokan antara pengunjuk rasa dan anggota Dalmas Polresta Jayapura yang dibantu Brimob Polda Papua. Dalam bentrokan tersebut, sejumlah warga yang sedang melintas di Jalan Abepura Sentani turut menjadi korban terkena lemparan batu dan ada juga yang mengalami penganiayaan. Sebanyak 11 orang terluka, 2 di antaranya kritis. Sementara sejumlah mobil dan motor dirusak pengunjuk rasa.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dalam aspek aksi bersenjata, unsur-unsur OPM secara insidentil masih muncul dalam bentuk kelompok bersenjata mengganggu keamanan dengan menembaki pos Polisi, dan menyerang anggota TNI yang sedang bertugas atau aksi teror terhadap anggota-anggota TNI atau Polri yang sedang melakukan kegiatan sehari-hari. Panglima TNI, Jenderal TNI Moeldoko menyatakan ada golongan yang ingin Papua terkesan kacau.

Melalui pemberitaan media massa, kita memperoleh informasi bahwa dari 29 orang anggota Komite Nasional Papua Barat (KNPB) yang tertangkap, 12 orang di antaranya ditetapkan kepolisian menjadi tersangka dalam kasus bentrokan berdarah di Waena Expo, Kelurahan Waena, Distrik Heram, Kota Jayapura, Selasa (26/11/2013) lalu.

Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Kepolisian Daerah Papua, AKBP Sulistio Pudjo, mengatakan, dari 12 orang tersebut, 11 di antaranya dijadikan tersangka dalam kasus penganiayaan dan pengeroyokan. Sementara itu, seorang lagi menjadi tersangka karena kepemilikan senjata tajam. Ke-17 orang lainnya yang ikut tertangkap dalam insiden berdarah tersebut, menurut Sulistio, sudah dilepas.

Sementara itu, di DPR-RI, Jakarta pada 28 November 2013, Panglima TNI Jenderal Moeldoko mengecam aksi penembakan yang terjadi terhadap Serka Wendy, salah satu anggota TNI di Puncak Jaya, Papua. Moeldoko menuding ada pihak yang sengaja membuat situasi di Bumi Cenderawasih kacau.

“Motifnya ada pihak yang tidak ingin Papua tenang,” ujar Moeldoko seraya menjelaskan saat itu Serka Wendy tengah berbelanja, tetapi tiba-tiba saja ditembak orang tak dikenal. Moeldoko mengklaim hubungan TNI dengan warga Papua sangat baik.

“Tetapi justru ada pihak-pihak yang melakukan tindakan seperti itu. Ini harus disikapi,” ujar
Moeldoko.

Hingga kini lanjut Moeldoko, pelaku penembakan masih diburu aparat kepolisian. Seperti diberitakan, Serka Wendy anggota Koramil Ilu, Distrik Ilu, Kabupaten Puncak Jaya, tewas setelah ditembak orang tak dikenal di Pasar Ilu pada 28 November 2013 pukul 10.00 WIT. Penembak mengarahkan senjata ke wajah Wendy dan peluru itu mengenai pipi kiri dan menembus mata kirinya. Wendy sempat dilarikan ke Puskesmas terdekat sebelum dievakuasi ke RS Marten Indey, Jayapura.

Menurut salah seorang mantan Kepala Badan Koordinasi Intelijen Negara (Bakin, red) kepada penulis, pernyataan Panglima TNI terlalu berbasa-basi seolah-olah TNI tidak mempunyai Badan Intelijen, padahal Badan Intelijen Strategis TNI sebagai organ intelijen TNI merupakan organisasi yang besar dan kuat mempunyai wewenang melakukan kegiatan intelijen yang berada dalam lingkup ancaman terhadap keamanan dan pertahanan.

Dikaitkan dengan strategi besar orang-orang Papua yang ingin merdeka, yang dilakukan dalam atau melalui berbagai aksi politik di dunia, yaitu dalam rangka memberikan kesan internasional, bahwa situasi di Papua tidak aman, Pemerintah cq TNI dan Polri tidak mampu mewujudkan keamanan dan ketertiban serta terus meningkatnya aktivitas politik terselubung dari masyarakat Papua untuk merdeka, maka Pemerintah RI dengan kekuatan militernya (TNI dan Polri) untuk menangani situasi Papua dengan cara bertindak yang bersifat kegiatan rutin.

Pernyataan seperti diucapkan Pangliuma TNI sama sekali tidak mengatasi keadaan, bobot politiknya tidak ada baik ke dalam maupun keluar. Panglima TNI semestinya menegaskan untuk menghancurkan berbagai varian aksi fisik bersenjata OPM, maka jumlah TNI di Papua akan ditingkatkan utuk menghancurkan kekuatan sisa-sisa OPM tersebut melalui operasi keamanan.

Secara politis masalah semacam ini oleh Panglima TNI agar dilaporkan kepada kabinet dan DPR RI melalui forum Rapat Kerja DRPR RI Komisi I dengan TNI.

*) Masdarsada, MSi adalah alumnus pasca sarjana Kajian Intelijen Strategis (KSI), Universitas Indonesia. Peneliti di Kajian Nusantara Bersatu dan Forum Dialog (Fordial)

(nwk/nwk)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads