DI/TII dan Kudeta APRA Dibawa ke Liang Kubur (4)

DI/TII dan Kudeta APRA Dibawa ke Liang Kubur (4)

- detikNews
Jumat, 29 Nov 2013 11:08 WIB
Kartosoewirjo/dok Fadli Zon
Den Haag - Sepeninggal Jenderal Spoor, organisasi pertahanan rahasia yang merupakan aliansi DI/TII, didukung Bambu Runcing dan berbagai milisi mulai kehilangan arah.

Westerling dengan dukungan sekelompok perwira kepercayaan mendiang Spoor melanjutkan mengorganisir berbagai gerombolan 'organisasi pertahanan rahasia' itu ke dalam milisinya sendiri yang diberi nama Het Leger van de Rechtvaardige Vorst atau beken dengan sebutan Angkatan Perang Ratu Adil (APRA).

Ketika akte Perjanjian Penyerahan Kedaulatan ditandatangani di Amsterdam pada 27 December 1949, Westerling bertekad untuk mencegah kekuasaan jatuh ke tangan Soekarno dengan cara melancarkan aksi kudeta.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Koalisi hebat yang dibentuk oleh Westerling, termasuk beberapa perwira Belanda, diyakini merupakan jaminan untuk suatu keberhasilan. Namun ternyata rencana mengkudeta Soekarno itu padam bak sebatang lilin di tengah malam.

Menurut laporan Militaire Politie (Polisi Militer) terungkap bahwa beberapa perwira Belanda pada detik-detik terakhir mengundurkan diri ketika Westerling mengirim ultimatum kepada Republik. Ultimatum itu memuat tuntutan pengakuan resmi untuk APRA.

Dengan mundurnya para perwira Belanda itu maka unsur kekuatan kejutannya menjadi hilang dan aliansi bentukan Westerling itu menilai bahwa peluang mereka menjadi semakin mengecil.

Di samping itu, akibat kurangnya komunikasi mengenai waktu kudeta, unsur DI/TII dan Bambu Runcing pun tidak bisa beraksi tepat pada waktunya. Kudeta APRA gagal total, demikian sebagaimana diungkapkan promovendus Fredrik Willems, MA ketika sedang melakukan riset untuk penyusunan biografi Kapten Raymond Westerling, seperti dikutip detikcom dari NRC Handelsblad (23/11/2013).

Untuk membatasi damage di pihak Belanda akibat kegagalan itu, Perdana Menteri Willem Drees memerintahkan untuk menarik Westerling ke luar dari Indonesia. Melalui jalan berliku, Westerling akhirnya tiba di Belanda pada 1952, di mana dia menjalani pemeriksaan pidana.

Namun Westerling tutup mulut dan merasa terikat dengan sumpah perwira. Dalam memoarnya, Westerling hanya samar-samar menyinggung mengenai peran Jenderal Spoor.

Demikian halnya Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo, dia membawa seluruh rahasia ke alam kubur. Setelah perang saudara memakan puluhan ribu nyawa, Kartosoewirjo berhasil ditangkap TNI dan akhirnya dieksekusi pada 1962. Ketika diinterogasi, dia membantah pernah menerima bantuan dari Belanda.

De geheime oorlog van Spoor blijft geheim. Perang rahasia Spoor tetap rahasia.

Tapi nota rahasia Bureau Algemene Zaken van de Directie Beleidszaken Indonesië (Biro Urusan Umum Direktorat Urusan Kebijakan Indonesia), Kementerian Luar Negeri Belanda itu memberi celah unik untuk dapat melihat dunia samar-samar operasi intelijen, yang diciptakan Spoor.

Di atas semua itu, cerita mengenai 'organisasi pertahanan rahasia' bikinan Spoor mengilustrasikan ketidakjelasan struktur tanggung jawab, yang dilakukan oleh petinggi militer Belanda dalam perangnya melawan musuh Indonesia.

Struktur yang tidak jelas seperti itu di satu sisi memungkinkan untuk memberi ruang kepada militer seperti Westerling dan di sisi lain memberi kemungkinan kepada petinggi militer untuk lepas tangan jika pasukan dikait-kaitkan. (HABIS)
(es/nrl)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads