"Pemerintah harus turun tangan menangani masalah keperintisan. Kalau tidak, pembangunan tidak akan merata," kata Agus dalam acara diskusi bertajuk 'Pengembangan Angkutan Perintis yang Handal' di Sriwijaya Hotel, Jalan Veteran No 1, Jakarta Pusat, Selasa (25/11/2013).
Agus menjelaskan masalah keperintisan untuk kendaraan umum di daerah berkaitan erat dengan kondisi infrastruktur. Seperti jalur Jayapura-Sarmie di Irian Jaya, jalur sepanjang 360 km itu memiliki 149 jembatan yang tak terawat.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Belum lagi sebagian dari jalur itu kondisinya berlubang dan berlumpur. Para calon penumpang yang rata-rata warga pedalaman juga belum mengenal uang dan membayar menggunakan hasil bumi.
"Mereka nggak punya uang dan terpaksa barter dengan singkong atau pisang untuk naik bus," ujar Agus.
Padahal dalam menjaga kondisi laik jalan, bus membutuhkan dana berupa uang, bukan hasil alam. Belum lagi sulitnya mendapatkan suku cadang untuk kendaraan-kendaraan perintis.
"Saat ini infrastruktur masih minim, jalanan masih rusak yang mengakibatkan lifetime kendaraan jadi singkat, sparepart susah didapat, keterbatasan BBM di daerah, harga BBM juga di daerah lebih tinggi. Ini risiko untuk kita," ujar Agus.
(vid/nrl)