.webp)
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Mohammad Nuh menyampaikan hal tersebut dalam temu wartawan di Nusadua, Minggu (24/11/2013).
Indonesia menggagas WCF, yang merupakan kegiatan budaya bersifat internasional, untuk melengkapi pembangunan berkelanjutan, ide yang baru kali ini dicetuskan secara mendunia. Pembangunan, lanjut Nuh, bukan hanya ekonomi dan lingkungan, tapi juga budaya yang mencakup cipta, rasa dan karsa.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dipilihnya istilah “promise”, dan bukan “deklarasi” atau “komitmen” sebagaimana yang umum diambil, karena promise cenderung nonstruktural dan nonpolitis, sealur dengan karakteristik budaya yang lintas etnis, lintas bangsa, lintas agama. Dengan menjadi bagian dari masyarakat komunal kita bisa melakukan interaksi antarbangsa melalui budaya.
Keterhubungan dalam budaya membuat yang tidak mungkin jadi mungkin, dan ujungnya menciptakan transformasi pada peradaban baru berbasis budaya.
M. Nuh juga menggarisbawahi bahwa di budaya tidak berlaku penyeragaman karena menyalahi keniscayaan budaya. Yang berlaku adalah keanekaragaman budaya (culture diversity) yang harus dijaga dengan menghargai perbedaan.
"Pendekatan budaya bukanlah mendominasi atau menghilangkan karakteristik suku atau agama, tapi membangun konvergensi peradaban, yaitu menjaga setiap karakteristik budaya," katanya menegaskan.
Selain itu, lanjut M. Nuh, dengan Bali Promise, budaya yang merupakan penyambung antarbangsa akan dinaikkan fungsinya jadi penyokong (supporter) pembangunan berkelanjutan, lalu dinaikkan lagi jadi penggerak (driver) dalam bentuk, antara lain, ekonomi kreatif.
Ide awal WCF disampaikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Garuda Wisnu Kencana pada 2005 dan baru terealisasi sekarang. WCF dibuka Presiden SBY pada Senin 25 November 2013 dengan memberikan pidato kunci.
(jor/jor)
