Di Bawah Tekanan Anak Punk dan Waria

Potret Buram Pengamen Jalanan

Di Bawah Tekanan Anak Punk dan Waria

- detikNews
Jumat, 22 Nov 2013 11:45 WIB
Operasi Cipta Kondisi yang digelar Polres Jakarta Timur berhasil menjaring 41 orang, Kamis (16/5/2013). Empat di antaranya anak punk. (Foto: Edward Febriyatri)
Jakarta - Mobil mikrolet merah jurusan Taman Mini itu tidak bergerak karena terjebak macet di depan Pasar Kramatjati, Jakarta Timur. Sejurus kemudian, masuklah pemuda bertampang sangar penuh tato dengan telinga dan hidung ditindik ke dalam sambil bernyanyi dan menepukan telapak tangannya.

Empat penumpang perempuan di dalam mikrolet terlihat bingung dan takut. Mereka saling lihat-lihatan. Tapi, pemuda berambut model punk diwarnai kuning yang mengenakan kaus singlet hitam bergambar tengkorak itu cuek dan terus bernyanyi.

Akhirnya, empat perempuan ini mengeluarkan selembaran duit dari tasnya dan langsung memberikan. Satu orang di antaranya kelihatan kesal, kemudian keluar membayar ongkos dan memilih memakai jasa tukang ojek sepeda motor.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

“Terima kasih Ibu-ibu. Saya belum makan dari pagi, untung Ibu-ibu mau ngasih saya,” kata pemuda bermata merah dengan mulut berbau alkohol itu sebelum keluar dari mobil.

Di sudut lainnya di ibu kota, seorang pengamen dengan memaki wig, baju ketat model tank top, rok mini, plus tas tangan tampak beraksi dengan pinggul dibuat berlenggak-lenggok.



Dengan modal tutup botol yang dipaksakan menjadi alat musik atau menenteng tape kecil bersama mikrofon, pengamen waria ini berkeliling dari satu kendaraan ke kendaraan lain yang berhenti saat lampu merah. Tak hanya di lampu merah, mereka juga kerap menyambangi kedai-kedai makan dan mengamen di depan orang-orang yang sedang makan.

Masyarakat menilai keberadaan pengamen waria dan anak punk selama meresahkan karena caranya yang cenderung memaksa. Pihak berwenang pun diharapkan bisa menertibkan masalah penyakit sosial ini.

Salah seorang warga, Dewi Permata, 32, mengaku sangat kesal dengan ulah pengamen anak punk dan waria yang sering mangkal di lampu-lampu merah. “Sebel. Mereka (pengamen waria) kadang pagi-pagi sudah ada. Maksa lagi harus dikasih. Di taksi aja enggak aman masih ada dipaksa sama mereka,” katanya kepada detikcom, Rabu (20/11).

Kalau yang pengamen anak punk, Dewi punya pengalaman lain yang juga tidak mengenakkan. “(Mulut) mereka ngamen bau anggur, badan bau, tampang kumel. Siapa yang enggak takut. Harusnya yang kayak gitu bisa ditertibin. Ganggu soalnya."

Serupa dengan Dewi, Eki, 26 tahun, juga punya cerita jelek dari pengamen jalanan. Sehari-hari saat menyetir mobil, pria yang bekerja di televisi swasta di bilangan Jakarta Selatan ini kerap berpapasan dengan para pengamen waria.

Ketika ia berhenti di lampu-lampu merah, misalnya, mobilnya langsung didekati waria yang menyanyi sambil mengetok kaca pintu mobilnya.

“Kadang saya gak kasih, tapi mereka suka maksa. Bilang 'Bang', kita bilang 'enggak' , tapi mereka gak pergi-pergi, tetap di situ. Kadang-kadang malah suka malak rokok di mobil, ya gua kasih ajalah biat cepat pergi,” ujar Eki kesal.

Eki menambahkan," ngasih duit ke banci itu bukan karena kasihan atau simpati, tapi karena takut."


(brn/brn)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads