Kepala BNP2TKI Jumhur Hidayat menjelaskan penyaluran TKI ke luar negeri memiliki proses yang tak mudah. Sementara Ahmad hanya tinggal merekrut dan mengirimkan tanpa surat-surat resmi.
"Harusnya dari kampung halaman mereka dibawa ke Dinas Tenaga Kerja dan diwawancara bersama perusahaan penyalurnya, kemudian diseleksi penempatan dan buat perjanjian disaksikan pejabat dinas. Lalu ke BNP2TKI untuk pemeriksaan kesehatan, pelatihan 200 jam, uji kompetensi, dan lainnya," ujar Jumhur.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Nah ini semuanya tak lewat cara itu, dan mana ada rumah penampungan calon TKI seperti ini," ujar Jumhur.
Oleh karena itu, Jumhur menilai Ahmad bukan penyalur TKI resmi melainkan pelaku trafficking. Alasannya, begitu mudah untuk mendapatkan visa pekerja rumah tangga di negara-negara tertentu dengan bayaran yang menggiurkan untuk para agen TKI ilegal.
"Kalau di sana kan paspor mereka ditahan majikan dan banyak negara yang mudah mengeluarkan visa seperti kacang goreng untuk pembantu rumah tangga. 41 wanita ini kalau tak mau berangkat juga harus bayar Rp 20 juta, ya mereka mau nggak mau berangkat," kata Jumhur.
Walau Ahmad memperlakukan puluhan calon TKI itu dengan baik, kekhawatiran tetap ada. Jumhur khawatir di negeri tempat para wanita itu bekerja nanti akan mendapatkan perlakuan tak menyenangkan.
"Penyiksaan di sini tidak, tapi di sana potensial jadi korban kekerasan. Ketika orang bekerja di negeri sana, nggak mengerti apa-apa, bahasa, budaya, keterampilan, ya majikannya bisa kesal. Majikannya kesal karena sudah bayar mahal kan," tutup Jumhur.
(vid/fjr)