Itulah kalimat promosi yang sering dilontarkan Sani (nama samaran) dan teman-temen seprofesi dari bongkaran tembok dekat halte seberang Lembaga Permasyarakatan Cipinang, Jakarta Timur.
Mengenakan polesan make up wajah yang menor dengan dandanan busana ketat ala anak ABG yang dipaksakan, kumpulan waria ini percaya diri mengumbar tawaran jasa syahwat.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dengan dandanan nyeleneh, tidak membuat mereka malu. Justru tetap percaya diri dengan rok mini serta sepatu high heels yang dipakainya. Karena penampilannya ini sering jadi bahan ledekan bagi sebagian anak remaja yang lewat. Namun, mereka terlihat santai dan tidak peduli.
Saat detikcom mengamati kawasan ini pada Senin malam (18/11), tampak pelacur waria kalah bersaing dengan wanita tuna susila muda yang banyak disambangi pria hidung belang.
Seorang tukang ojek pengantar jasa pelacur wanita dan waria setempat, Udin, 38, menyebutkan hampir sebagian waria yang mangkal di Cipinang, Jatinegara, adalah jebolan Taman Lawang, Menteng, Jakarta Pusat, yang kini berusia di atas 35 tahun.
Sementara yang masih muda bakalan memilih beroperasi Taman Lawang. “Itu kayak si Sani (samaran,) dan teman-teman. Gak laku di Taman Lawang pindah kemari. Perut udah melar gitu masih aja maksain mangkal,” kata Udin kepada detikcom sembari terkekeh.
Taman Lawang selama puluhan tahun identik sebagai lokasi prostitusi mangkalnya para waria. Di sepanjang areal Kanal Banjir Barat ini setiap malamnya puluhan waria menjajakan diri. Tempat ini seakan sudah menjadi lokasi spesial bagi kaum mereka untuk mangkal.
Hari ini, 20 November, dikenal sebagai Hari Waria Internasional, yang diperingati setiap tahunnya. Di Tanah Air sendiri peringatan Hari Waria Internasional ini belum dikenal secara luas oleh masyarakat. Padahal dalam kenyataannya, banyak kasus-kasus pembunuhan ataupun kekerasan yang dialami oleh kaum waria di Indonesia.
Berdasarkan data, di wilayah DKI Jakarta jumlah waria mencapai 8 ribu orang. Adapun jumlah waria seluruh Indonesia mencapai 7 juta orang berdasarkan data 2008–2009.
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menyatakan negara belum memberikan perlindungan atas hak-hak waria di Indonesia. Padahal, menurut Ketua Komnas HAM, Siti Noorlaila, berdasarakan resolusi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) waria mempunyai hak yang sama dengan warga negara lainnya. Hak tersebut harus diberikan tanpa memandang orientasi seksual.
Persamaan hak yang tercakup dalam resolusi tersebut yakni dalam konteks pemerintah tidak boleh melakukan diskriminasi, tidak boleh mengkriminalkan karena identitas seksualnya, harus memberikan perlindungan terhadap kekerasan, dan terkait pekerjaan tidak boleh ditolak karena identitas seksual melainkan dinilai kapabilitasnya.
“Tapi di Indonesia, diskriminasi itu masih banyak terasa di kelompok waria,” kata Siti kepada detikcom, Selasa (19/11). Diskriminasi ini memang masih kerap terjadi dalam banyak aspek kehidupan. Tak dapat dipungkiri, keberadaan transgender atau waria di Indonesia masih menjadi kelompok minoritas yang acap kali mendapat stigma negatif.
Ketua Forum Komunikasi Waria Indonesia, Yulianus Rotteblout menuturkan saat ini pihaknya telah beberapa kali menjalin kerja sama dengan Pemda DKI untuk menyediakan sebuah gedung sebagai wadah bagi pemberdayaan waria untuk dilatih dengan berbagai keterampilan hingga memiliki bekal dan siap terjun membuka lapangan-lapangan kerja baru untuk hidup mereka.
Bahkan, Yuli juga tengah menyiapkan proposol program pemberdayaan waria yang akan diajukan kepada Presiden Indonesia yang terpilih pada Pemilihan Umum 2014. “Tahun depan kan ada presiden baru aku punya goal untuk mengajukan proposaL program, kita kan warga negara punya hak, ngapain takut,” tegasnya kepada detikcom, Senin (18/11).
(brn/brn)