Majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Denpasar menilai tak lazim ada transaksi denda sejumlah uang dalam hubungan suami istri.
"Tidak lazim suami istri mengadakan perjanjian selain perjanjian perkawinan. Apalagi isinya mengharuskan salah satu pihak melakukan suatu prestasi (melakukan apa yang harus disepakati)," putus PN Denpasar, yang dilansir website Mahkamah Agung (MA), Selasa (19/11/2013).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Lazimnya perjanjian tersebut hanya meminta salah satu pihak untuk meminta maaf dan lebih menghormati dan menyayangi pasangan dan berjanji tidak melakukan kesalahan lagi," jelas Sugeng.
Laporan Mairany kepada polisi pada 5 Juli 2011 dengan tuduhan KDRT yang dilakukan Kenneth merupakan delik aduan. Pengaduan merupakan hak dari korban untuk diadakan penuntutan atau tidak dilakukan penuntutan karena menyangkut kepentingan korban. Untuk itu dalam perkara delik aduan diberikan jangka waktu pencabutan perkara yang diatur dalam pasal 75 KUHP.
Berdasarkan pasal 1678 KUHPerdata perjanjian damai yang dilakukan Kenneth dan Mariany tidaklah dibenarkan. Dalam pasal 1467 KUHPerdata yaitu antara suami istri tidak boleh terjadi jual beli sehingga perjanjian damai haruslah dinyatakan batal demi hukum.
"Mengabulkan gugatan penggugat untuk sebagian. Menyatakan perjanjian perdamaian tertanggal 4 Agustus 2011 batal demi hukum," ujar majelis hakim.
Selain itu majelis juga menolak gugatan penggugat untuk selain dan selebihnya serta menghukum Mariany untuk membayar biaya denda sebesar Rp 496 ribu. Perjanjian tersebut dinilai memenuhi unsur pemaksaan. Kedua belah pihak menerima putusan tersebut.
(rna/asp)