Selain Dubes Stevens, serangan yang terjadi pada September 2012 tersebut juga menewaskan tiga warga AS lainnya. Insiden di Benghazi ini benar-benar membakar jenggot pemerintah AS. Terlebih karena AS sendiri tidak mampu mencari pelaku serangan dalam waktu cepat.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri AS menyebutkan bahwa imbalan tersebut memang disediakan dalam program 'Rewards for Justice' yang dijalankan oleh biro Keamanan Diplomatik. Imbalan sebesar US$ 10 juta akan diberikan kepada siapa saja yang memiliki informasi soal pelaku serangan mematikan tersebut.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Imbalan tersebut awalnya tidak diumumkan kepada publik karena kasus ini sangat sensitif dan memicu keprihatinan keamanan dari banyak pihak. Namun seiring jalannya penyelidikan kasus ini, otoritas AS memutuskan untuk mengumumkannya kepada publik.
"Sejak peristiwa ini terjadi... kami telah menjelaskan bahwa kami bertekad membawa para pelaku serangan ini ke jalur hukum. Dan kami menggunakan semua jalur yang ada untuk mewujudkan itu," jelas juru bicara Kementerian Luar Negeri AS tersebut.
Awalnya, otoritas AS menyebut serangan tersebut dipicu oleh demonstrasi besar-besaran terhadap film anti-Islam yang ditayangkan di AS, yang juga memicu protes di seluruh dunia. Namun belekangan baru terungkap bahwa ada konspirasi dari kelompok militan setempat, yang terkait jaringan Al-Qaeda untuk melakukan serangan di sela-sela unjuk rasa tersebut.
Sejauh ini, belum ada satupun orang yang ditangkap maupun diadili oleh otoritas AS terkait serangan tersebut. Penyelidikan di AS dipimpin oleh FBI, sedangkan otoritas Libya juga melakukan penyelidikan sendiri secara terpisah.
Bagi siapa saja yang merasa memiliki informasi soal serangan di Benghazi tersebut, bisa mengunjungi situs www.rewardsforjudstice.net.
(nvc/gah)