Dalam kuliah umum ini, Boediono membawa dua tema penting dari Indonesia sebagai bahasan utama, yakni pendidikan dan inovasi. Acara digelar di Alexander Theatre, kampus Monash, Jumat (15/11/2013) pagi. Para petinggi universitas, mahasiswa dan pejabat pendidikan di Victoria dan Tasmania ikut dalam acara itu.
"Sebuah kehormatan bagi saya bisa kembali ke Monash setelah sekian lama," kata Boediono yang mengenakan setelan jas dan kemeja biru.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saya berharap penguatan hubungan internasional, termasuk dengan Indonesia, akan membantu kesuksesan dalam dunia pendidikan kita," jelasnya.
Untuk persoalan inovasi teknologi, Indonesia disebut Boediono memiliki kebutuhan yang cukup tinggi. Sedikitnya ada empat yang populer di masyarakat: revolusi hijau, keluarga berencana, komputer dan ponsel, serta penerbangan murah.
"Ini mengubah aktivitas sosial dan ekonomi masyarakat," imbuhnya.
Di akhir acara, Boediono menjawab sejumlah pertanyaan dari empat orang, dua profesor dari Monash, dan dua mahasiswa Indonesia yang berkuliah di Monash.
Pertanyaan menarik mucul dari Ahmad Bukhori, dosen asal UPI Bandung yang berkuliah di Monash. Dia menanyakan soal pertemuan Boediono dan PM Australia Tony Abbott.
Menjawab hal itu, Boediono pun mengeluarkan kutipan yang kerap digunakannya terkait dengan hubungan Australia.
"Kita bisa memilih teman tapi tak bisa memilih tetangga," kata Boediono yang disambut tepuk tangan hadirin.
Kutipan itu juga disampaikan pada WNI yang hadir dalam acara pertemuan semalam. Dalam hubungan bertetangga, mau tidak mau, harus dijaga keharmonisan dan menemukan solusi. Sebab, antara Australia dan Indonesia akan dekat untuk waktu yang sangat lama.
"Apa pun yang terjadi dalam jangka pendek, jangan sampai mengganggu jangka panjang," tegasnya.
(mad/trq)