Kekuasaan dikonsepkan sebagai kekuatan yang datang dari langit sehingga identik dengan adikodrati, bahwa raja harus mempunyai kesaktian. βPolitik dan klenik itu memang kayak gigi dan gusi,β kata JJ Rizal kepada detikcom, Kamis (14/11).
Dia menuturkan, secara tradisional seorang pemimpin diidentikan dengan wahyu kedaton atau pulung yang diberikan makhluk halus. βMisalnya dalam konsep jawa, raja-raja itu menerima pulung dari Nyai Roro Kidul sehingga di keraton Jawa ada semacam kamar khusus yang menghubungkan raja dengan kamarnya Nyai, atau ada juga yang terima pulung dari Sunan Kali Lawu di Gunung Lawu,β kata JJ Rizal.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Penggunaan pulung untuk melanggengkan kekuasaan ternyata masih terbawa-bawa pada pemimpin di masa kini. Padahal, mengutip kalimat Tan Malaka yang terkenal, Rizal menyatakan jutaan orang Indonesia tidak akan mungkin bisa maju selama tidak membuang kotoran magis dari pikiran.
βBahwa walaupun ada 10 orang seperti Einstein atau Newton, jangan harap bisa maju kalau otaknya masih dipenuhi klenik dan mistis. Persoalannya ketika politik modern masih melakukan praktik itu, ini yang jadi masalah. Tapi kenyataannya dalam sejarah kita, terutama Soeharto, sangat identik sekali dengan klenik,β kata JJ Rizal.
Dia mencontohkan, presiden kedua RI itu saking percaya pada urusan klenik, sempat menyuruh orang mengambil topeng Gajah Mada di Istana Tampak Siring Bali. Topeng itu kemudian dibawa ke Jakarta.
βPada 1965 pak Harto mengirim orang ke Bali secara khusus untuk mengambil topeng Gajah Mada. Dia percaya bisa mendapatkan kekuasaan dengan mengambil kesaktian pulungnya dari Sukarno,β kata JJ Rizal.
Gajah Mada adalah maha patih di Kerajaan Majapahit yang berhasil menyatukan Nusantara. Soeharto berharap dengan menyimpan topeng tersebut bisa mendapat kekuatan magis agar mampu menyatukan Nusantara seperti yang dilakukan Gajah Mada.
(erd/erd)