“Yang bersangkutan tidak confident dengan kapasitas sendiri, dia bukan manusia beriman. Manusia bodoh juga karena di zaman semaju sekarang kok masih menjunjung tinggi hal-hal tak logis begitu,” kata Ratih kepada detikcom, Rabu (13/11) di Jakarta kemarin.
Menurut psikolog lulusan Universitas Indonesia itu, seorang politisi yang masih menggunakan ritual klenik tak bisa dipercaya dan tak pantas dipilih sebagai calon pemimpin atau wakil rakyat. Semestinya saat mencalonkan diri si politisi sudah memiliki modal yang cukup, antara lain kepercayaan diri.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ratih membagi dua kelompok orang yang ziarah ke makam atas dua motif, yakni memang karena didasari motif menghargai dan juga karena minta ‘berkah’ untuk tujuan tertentu, misalnya agar menang pada pemilihan legislatif.
“Harus ditanya ke yang bersangkutan motif ziarahnya, dia yang tahu. Ziarah yang minta berkat atau kesaktian, biasanya datang ke kuburan dengan norak. Beda dengan ziarah yang karena respek itu bisa kapan saja, enggak usah jelang pemilu. Itu basa basi dan sama kampungannya (dengan pencari kesaktian),” kata Ratih.
Tokoh Supranatural Permadi mengakui saat ini meski di zaman modern perilaku klenik masih banyak dilakukan masyarakat Indonesia. Bahkan para politisi di bangku parlemen juga banyak yang menggunakannya untuk mendapatkan kursi di Senayan.
“Ya pakailah (klenik). Perilakunya sama saja, pegang azimat atau keris, sering mendatangi paranormal, minta restu, dan minta segala macam yang diinginkan,” kata Permadi kepada detikcom, Rabu (13/11) kemarin.
Permadi yang juga mantan politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan ini mengatakan, di zaman modern dan sudah mengenal agama banyak orang tak mau mengakui terlibat aktivitas klenik. Akibatnya, kata dia, banyak yang munafik dan tidak mengakui.
Umumnya mereka tak mau mengakui karena malu disebut tidak memiliki kepercayaan diri. “Silahkan saja (mengatakan bahwa itu menunjukkan ketidakpercayadirian), saya enggak terpengaruh omongan orang lain kok, saya tetap punya keris dan azimat. Orang lain paling munafik, padahal rata-rata masih belum terpisah dari budaya itu,” papar Permadi.
(erd/erd)