Anggota Dewan Pembina Partai Gerindra Martin Hutabarat menuturkan, kesepakatan di Batu Tulis, Bogor, Jawa Barat, 15 Mei 2009 antara PDIP dan Gerindra waktu itu menyepakati pasangan Megawati dan Prabowo. Saat itu, sosok Ribka Tjiptaning yang menganggap Prabowo manja dan belagu tidak ikut perundingan.
"Waktu itu ada Ibu Mega, Puan Maharani, Pramono Anung, Pak Prabowo, Fadli Zon, dan saya. Semuanya total sekitar 10 orang. Kita berunding," ungkapnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Di Batu tulis itu sampai jam 10 malam belum ada kesepakatan. Padahal orang sudah menunggu karena besoknya sudah pendaftaran terakhir kan," kisah Martin.
Martin menanggapi sikap Ribka yang tak mau mengenakan kaus Mega-Prabowo dan memilih memakai kaus Mega for President. Martin menyatakan sikap ini sebagai bentuk ketidakmengertian syarat pencapresan yang mensyaratkan perolehan 20 persen suara.
"Waktu itu suara PDIP sekitar 14 persen dan Gerindra sekitar 5 persen. Jadi tidak bisa sendiri-sendiri, karena harus 20 persen. Maka harus digabung. Kalau dia (Ribka) nggak setuju, kalau Mega sendiri yang dicalonkan, kan nggak bisa," tutur Martin.
Waktu itu, Ribka menyatakan lebih senang memakai kaus bertulis Mega for President. Aktivis yang mengaku pernah mendapat perlakuan tak menyenangkan dari Prabowo kala Orde Baru digoyang ini menceritakan.
"Aku tidak mau pakai kaus Mega-Prabowo. Aku bikin kausnya Mega for President. Aku ngawal Bu Mega ke mana-mana pakai kaus Mega for President, nggak apa-apa," ungkap Ribka yang juga Ketua DPD PDIP Banten ini.
Dia pernah meledek elite PDIP lain yang memakai kaus Mega-Prabowo. "Budiman Sudjatmiko aku ledekin dia, karena pakai kaus Mega-Prabowo," lanjut Ketua Komisi IX DPR ini.
(dnu/van)