"Apa WNA yang mencuri kambing di kampung kita akan bebaskan karena WNA? Bukan soal WNA-nya tetapi karena pencuriannya yakni pencurian terhadap kekayaan kita, ikan Republik Indonesia," kata pakar hukum lingkungan Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Dr Suparto Widjojo, kepada detikcom, Kamis (14/11/2013).
Ancaman 6 tahun penjara bagi pencuri ikan ada syarat-syaratnya. Dalam pasal 102 UU 31 Tahun 2004 UU Perikanan disebutkan Ketentuan tentang pidana penjara dalam UU ini tidak berlaku bagi tindak pidana di bidang perikanan yang terjadi di wilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia sebagaimana dalam pasal 5 ayat 1 huruf b (Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia), kecuali telah ada perjanjian antara pemerintah Republik Indonesia dengan pemerintah yang bersangkutan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam ZEEI, negara mempunyai hak berdaulat (sovereign rights) untuk mengadakan eksplorasi dan eksploitasi, konservasi dan pengurusan dari sumber kekayaan alam hayati atau non hayati dari perairan, dasar laut dan tanah di bawahnya. Selain itu juga hak berdaulat atas kegiatan-kegiatan eksplorasi dan eksploitasi seperti produksi energi dari air dan angin. Serta yurisdiksi untuk pendirian dan pemanfaatan pulau buatan, instalasi dan bangunan, riset ilmiah kelautan, perlindungan dan penjagaan lingkungan maritim.
"Dibandingkan dengan pencemaran di ZEEI, kan diberlakukan asas strict liability berdasarkan civil liability convention. Maka kalau pencurian di ZEEI harus juga dapat diterapkan UU Perikanan dengan asas yang lebih ketat," ujar Suparto.
Akibat UU yang tidak tegas, maka banyak pelaku pencurian ikan di ZEEI tidak dipenjara. Para pelaku berkewarganegaraan asing hanya didenda atau diganti kurungan. Seberapa pun ikan yang dicuri atau kapal sebesar apa pun.
"Itu pertanda ketidakpahaman tentang hukum perikanan dari aparatur penegakan hukumnya. Marilah kita melindungi setiap jengkal setiap hidup biota air kita," pungkas Suparto.
(asp/nrl)