Hubungan keduanya tak lepas dari posisi mereka di PT Dutasari Citralaras. Mereka pernah memiliki saham di perusahaan yang bergerak di bidang teknik elektro itu. Perusahaan itu menggarap pengerjaan listrik proyek Hambalang.
Menurut Mahfud, dia dan Attiyah memang cukup dekat, sehingga layaknya saudara. Ayah mereka sama-sama seorang kyai.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Di proyek Hambalang, PT Dutasari Citra Laras mendapat limpahan pekerjaan dari PT Adhi Karya untuk pekerjaan mekanikal eletrikal senilai Rp 328.063.300. Belakangan diketahui bahwa proses pemenangan Adhi sebagai penggarap konstruksi Hambalang dan juga Dutasari selaku subkontraktor berbau suap.
Dalam audit BPK mengenai proyek Hambalang, disebutkan ada uang yang mengalir ke Dirut PT Dutasari Citralaras. "Menerima uang muka sebesar Rp 63.300.942.000 yang tidak seharusnya," demikian tertulis dalam hasil audit tersebut.
Dutasari ini disebutkan juga mengajukan pembayaran pekerjaan pada 2010 atas jenis pekerjaan yang tidak dikerjakan. "Sedang dalam pelaksanaan pembangunan konstruksi, Machfud selaku Dirut meminta dan menerima pembayaran atas pekerjaan ME dari KSO Adhi-Wika yang tidak sesuai dengan pelaksanaan pekerjaan."
Penyidik KPK pun menelisik peranan Mahfud Suroso yang menjadi Dirut Dutasari. Merujuk pada dakwaan untuk terdakwa Deddy Kusdinar, Mahfud memiliki cukup banyak peran, mulai dari ikut berembug dengan Wafid Muharam dan Teuku Bagus dari Adhi Karya sebelum adanya proyek Hambalang sampai mengadukan pihak Nazaruddin ke Anas mengenai rebutan kue tender Hambalang.
Nazaruddin yang membawa bendera PT Duta Graha Indah ingin agar perusahaan tersebut yang mengambil proyek Hambalang. Sedangkan Mahfud berkongsi dengan Teuku Bagus dari Adhi Karya.
Di sini, Anas muncul. Dia meminta kepada Nazaruddin untuk mundur. Dan permintaan itu disanggupi oleh Nazar. Lantas keluarlah Adhi sebagai pemenang tender Hambalang.
(fjr/fjp)