Demikian penilaian Indonesia Corruption Watch (ICW) yang meminta sejumlah unsur seperti Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengawasi alokasi anggaran tersebut. Menurut ICW, dana bansos kerap digunakan pejabat eksekutif untuk program populis dan terkadang ada indikasi kampanye.
"Ini potensial untuk alat peningkatan popularitas melalui kebijakan populis," kata Koordinator Divisi Korupsi Politik ICW Abdullah Dahlan saat jumpa pers di kantornya, Kalibata, Jakarta Selatan, Selasa (12/11/2013).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sebenarnya di banyak tempat, bansos paling mudah disalurkan karena tidak melalui tender. Ini tergantung momentum, Juni 2013 belum banyak, tapi November 2013 mulai banyak. Tujuannya agar penerima masih ingat dengan yang memberikan. Itu yang membuat anggaran kementerian lamban terserap dan sering kali ditahan," ujar Abdullah.
ICW menyebut sedikitnya ada tiga kementerian yang pada tahun 2011 dan 2012 tidak memiliki anggaran bansos, tetapi tahun 2013 anggaran tersebut muncul. Abdullah mencemaskan jika dana bansos digunakan untuk kebijakan populis, yang seharusnya melindungi masyarakat dari ancaman sosial, diwarnai dengan pesan layanan masyarakat yang menonjolkan sosok pejabat eksekutifnya ketimbang pesannya.
"Harus ada penegasan jadi pejabat publik atau politik? KPU dan Bawaslu harus tegas, kalau ditemukan dana pemerintah masuk ke parpol atau calegnya maka harus diberi sanksi tegas demi asas fairness. Jangan sampai dijadikan modal politik menjelang pemilihan legislatif," tutup Abdullah.
(vid/nrl)