Dia yakin munculnya fenomena 'Isih penak jamanku to' tetap bermuatan politik. Apalagi saat ini mendekati pemilihan umum. "Kalau benar ada muatan politiknya, ya diuntungkan pasti Partai Golkar. Bagaimanapun juga, Soeharto yang membesarkan Golkar," kata Iqbal kepada detikcom, Senin (11/11) kemarin.
Lebih jauh, ia menilai penjualan kaus Soeharto adalah untuk mengawal suara dari kalangan orang tua yang pernah merasakan hidup di zaman orde baru. "'Mengawal suara kaum tua untuk pemilihan legislatif, mereka tahunya kan cuma pada zaman Soeharto harga - harga murah dibanding sekarang," katanya
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Iqbal sendiri mengaku bulan lalu membeli kaus bergambar Soeharto dengan harga Rp 50 ribu. Dia tertarik karena tulisan 'Isih penak jamanku to' yang tertera pada kaus tersebut dianggap lucu. Kaus tersebut dia beli saat melintasi lapak pedagang kaki lima di daerah Madiun, Jawa Timur.
Saat itu ia melihat kaus berwarna hitam dengan gambar Soeharto lengkap dengan tulisan yang sering ia lihat dilukis di belakang mobil truk. Menurut Iqbal, bersamaan dengannya ada beberapa orang berusia 40 tahun-an yang juga membeli kaus serupa. "Orang tua semua waktu itu di situ, 10-an orang lah kalau tidak salah," kata dia.
Setelah dibeli, Iqbal mengaku sering mengenakan kaus tersebut untuk bersantai. Tak jarang muncul reaksi dari kawan-kawan atau orang yang membaca tulisan di kaus Iqbal. "Ya ketawa biasa aja, becanda - becanda gitu," katanya.
Ridwansyah (35 tahun), seorang pedagang di Pasar Blok M, Jakarta Selatan mengakui sejak awal tahun ini penjualan kaus bergambar mantan Presiden Soeharto meningkat. Bahkan permintaanya hampir menyamai atribut bergambar Presiden Sukarno, dan mengalahkan kaus dengan foto Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (Jokowi).
Kebetulan desain yang ditampilkan dengan jargon bahasa Jawa yang lucu dan tidak kaku. Bila dibeli pun tidak terkesan untuk berkampanye sehingga berbeda dengan tokoh dari partai lain. Pembeli dari kalangan biasa seperti mahasiswa hingga karyawan kantoran menyukai baju ini.
โKan sama Prabowo, Wiranto, Megawati. Paling yang beda yang baru ya Soeharto, Jokowi itu. Kalau beli Soeharto kan lucu. Kampanye juga enggak ya dipake aja,โ sebutnya.
Pengamat politik dari Universitas Indonesia, Ibramsjah menilai gejala tren kaus dan stiker menyanjung Soeharto adalah bentuk mobilisasi akibat ketidakpuasan atas kepemimpinan sekarang.
Tapi, hal ini tidak disetting oleh partai politik tertentu. Hanya diduga bisa dilakukan oleh kerabat Soeharto yang punya keinginan menggiring opini publik.
โPartai sekarang sudah tidak punya kepentingan untuk rakyat. Korupsi semua. Ini hanya bertujuan agar menghormati jasa Pak Soeharto. Intinya itu saja. Bisa saja mungkin keluarga pak Harto,โ kata Ibramsjah kepada detikcom.
(erd/erd)