Ritual kuno itu berlangsung Selasa (12/11/2013) di Desa Mardinding, Kecamatan Tiganderket, Kabupaten Karo, Sumatera Utara (Sumut). Dipimpin kepala desa, puluhan warga mengantarkan sesajen untuk para leluhur.
"Ini nama ritualnya, Ercibal Belo Cawir. Kita mempersembahkan beberapa hal, seperti pulut kuning beserta daging ayam," kata Kana Surbakti (28) salah seorang warga yang ikut dalam ritual itu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Di bawah pohon itu dibuatkan wadah setinggi kira-kira satu meter dari tanah untuk meletakkan tampah berisi pulut kuning dan ayam panggang tadi. Di sampingnya lagi dibuatkan tiang kayu juga setinggi satu meter untuk tempat meletakkan daun sirih (belo) berisi tembakau dan pernak-pernik lainnya.
Ritual yang dipimpin seorang dukun atau Simetahwari itu berlangsung sejak pukul 09.00 WIB hingga pukul 11.30 WIB. Berakhirnya kegiatan itu ditandai dengan makan bersama atau makan rembug.
Kepala Desa Mardinding Johan Sitepu menyatakan, kegiatan ini murni dimaksudkan agar desa terhindar dari bencana. Agar Gunung Sinabung berhenti meletus, sehingga warga yang berada di pengungsian dapat kembali ke desa.
"Kegiatan ini masih skala kecil, maka hasilnya yang sudah nampak juga bisa dibilang kecil. Tadi semula desa ini gelap karena abu letusan, tapi sampai sekarang masih terang," kata Sitepu.
Tahun 2010 lalu ketika Sinabung pertama meletus, kata Sitepu, mereka membuat ritual yang cukup besar, mengundang desa tetangga dan pejabat pemerintahan. Gunung Sinabung pun tenang, hingga akhirnya meletus lagi tahun ini.
"Ini kepercayaan yang sudah ada sejak zaman nenek moyang, kita laksanakan untuk mencegah bencana," kata Sitepu.
Beberapa tahun silam kegiatan ritual seperti ini biasanya dilaksanakan di Batu Renggang, yakni batu gunung agak bulat yang besarnya setara tiga ekor kerbau. Batu yang pecah di tengahnya, makanya disebut Batu Renggang, berada tak jauh dari mata air. Tetapi kini dipindahkan karena arahan dari para tetua.
Desa Mardinding merupakan salah satu desa yang langsung dikosongkan begitu Gunung Sinabung dinaikkan statusnya dari waspada (level II) menjadi siaga (level III). Desa ini berjarak sekitar 3,3 kilometer dari puncak Gunung Sinabung sehingga langsung terkena imbas begitu ada akvitas vulkanik.
(rul/try)