Rabu (6/11/2013) siang itu para jurnalis Sakai Asean Week 2013 menuju ke Kuil Takakuraji di Kota Sakai, Jepang. Tujuannya, menyaksikan kesenian Noh, opera klasik Jepang yang mulai dimainkan pada 650 tahun lalu alias sejak abad ke-14 namun tetap bertahan hingga kini.
Kami disambut oleh master opera klasik Jepang Noh, Kozo Nagayama (40). Kozo langsung mempersilakan kami untuk melepaskan alas kaki dan memberitahu bahwa di belakang kuil ini ada taman yang bentuknya tidak berubah sejak didesain pada 250 tahun lalu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ada batu pijak (stepping stone) yang ditempatkan di tengah-tengah taman itu supaya tanaman semacam rumput yang menggerumbul di bawahnya tidak diinjak-injak. Batu-batu besar seperti batu kali teronggok di beberapa sudut mempercantik taman itu.
Kuil Takakuraji sendiri merupakan salah satu kuil tertua di Jepang yang didirikan oleh pendeta Buddha terkenal kelahiran Sakai, Gyoki pada tahun 705. Namun kuil ini sempat terbakar dan dibangun kembali pada awal abad ke-17.
Gyoki adalah seorang pendeta Buddha sekaligus cendekiawan yang hidup pada abad ke-8. Selama masa hidupnya, Gyoki membangun 49 kuil Buddha di Jepang, termasuk Kuil Takurakuraji ini.
Kendati kuil dan taman ini sudah ratusan tahun lamanya, namun pemerintah Kota Sakai tak memberikan bantuan berupa dana perawatan. Perawatan kuil dan taman ini dananya berasal dari umat Buddha sendiri. Menurut pemandu saya, Prof Hisanori Kato, hal itu karena pemerintah secara resmi tidak boleh melindungi agama tertentu.
(nwk/rvk)