Penolak Duit Pensiun DPR Dianggap 'Jaim'

Kontroversi Pensiunan DPR Narapidana

Penolak Duit Pensiun DPR Dianggap 'Jaim'

- detikNews
Jumat, 08 Nov 2013 15:36 WIB
Banyak kursi kosong saat rapat paripurna DPR. (Fotografer - Rengga Sancaya)
Jakarta - Munculnya sikap kontra sejumlah pihak terhadap tunjangan pensiun anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dipandang miring oleh politikus PDI Perjuangan Eva Kusuma Sundari. Anggota Komisi Hukum DPR ini mengaku sangat heran dengan pihak yang menganggap tak pantas bekas anggota Dewan yang menjadi narapidana menerima uang pensiunan.

Eva menganggap sikap anggota DPR yang kontra terhadap tunjangan pensiunan adalah munafik dan punya kepentingan terkait Pemilihan Umum tahun depan. “Halah, mereka itu jaim (jaga image). Mau Pemilu jadi kayak begitu mereka,” ujarnya kepada detikcom, Kamis (07/11).

Dia menjelaskan besaran uang pensiunan tergantung lama periode anggota Dewan mengabdi di Senayan. Meski belum merasakan, ia memprediksi jumlah pensiunan setiap bulan yang diterima berkisar Rp 2 juta-Rp 3 juta.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Eva pun mengaku bingung dengan kemarahan berbagai pihak padahal jumlah nominalnya hanya sebesar itu. Jumlah uang pensiun sebesar itu dinilai Eva tidak sebanding dengan jasa pengabdian anggota Dewan.



Sekadar perbandingan, Eva menyebut uang pensiunan setiap bulan yang diterima politisi Senayan seperti upah buruh lepas atau sopir pribadi. Hal ini harus dilihat secara adil karena anggota Dewan di negara lain seperti Australia dihargai dengan perhatian yang besar pascapengabdian.

“Aku heran ya orang-orang persoalkan Rp 2 juta. Gaji sopirku malah Rp 2,2 juta. juta. Aku pensiun cuma Rp 2 juta. Bayangin dong. Aku itu enggak yambi-nyambi kerjaan. Sumberku kan hanya ini to. Maling juga ora,” tuturnya dengan nada kesal.

Adapun Ketua Fraksi Partai Hanura DPR Sarifuddin Suding menegaskan persoalan masih diperolehnya tunjangan pensiun bagi anggota Dewan yang terlibat kasus hukum seperti M. Nazaruddin dan kawan-kawan yang kini sudah menjadi terpidana perlu menjadi evaluasi.

Menurutnya, ada kelemahan sistem peraturan yang tidak tegas mengatur persoalan ini. Sudah seharusnya, ketegasan ini juga berlaku bagi anggota Dewan yang terlibat kasus hukum.

“Kalau instansi lain ada yang salah ya dipecat tidak terhormat. Itu kan bisa distop dan tidak diberhentikan tunjangan seperti pensiunan,” ujarnya kepada detikcom, Rabu (06/11).

Lagipula, menurut dia, kalau koruptor diberikan fasilitas manja seperti tunjangan pensiunan tidak bakal menimbulkan efek jera. Tujuan hukuman bagi koruptor adalah memberikan rasa kapok agar tidak mengulagi kembali kesalahannya.

Kalau masih diberikan fasilitas manja seperti tunjangan pensiun, ia yakin akan memberikan pengaruh buruk bagi politisi lain. “Bisa duluan-duluan nanti mereka mengundurkan diri sebelum jadi tersangka agar tetap dapat tunjangan,” katanya.

(brn/brn)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads