Organisasi yang bermarkas di AS tersebut mengutip laporan yang dipublikasi media setempat, Rolling Stones yang mempertanyakan peran pasukan Baret Hijau AS (US Army Green Berets) dalam kematian 18 pria Afghanistan di distrik Nerkh, Provinsi Wardak. Warga sipil tersebut tewas dalam jangka waktu tahun 2012-2013.
"Insiden di Nerkh harus diselidiki secara menyeluruh, imbang dan transparan," ujar penasihat antiterorisme senior HRW, Andrew Prasow dalam pernyataannya seperti dilansir AFP, Kamis (7/11/2013).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam artikelnya, Rolling Stones mengutip keterangan sejumlah warga sipil dan pejabat lokal Afghanistan. Beberapa dari keterangan tersebut menyatakan, sekitar 10 orang yang dilaporkan 'menghilang' akhirnya ditemukan tewas terkubur di dekat markas unit Baret Hijau AS, yang juga dikenal dengan sebutan ODA 324.
Keterangan seorang warga Afghan yang pernah ditahan oleh militer AS juga bisa menjadi bukti keterlibatan mereka. Si warga sipil ini mengaku melihat seorang penerjemah Afghan, Zikria Kandahari menembak mati tetangganya, dengan tentara AS berdiri di dekatnya dan tidak melakukan apapun untuk menghentikannya.
Kandahari sendiri telah ditangkap pada Mei lalu dan diadili atas tindak penganiayaan dan pembunuhan saat bekerja untuk Baret Hijau. Namun dalam persidangan, Kandahari mengaku dirinya hanya mematuhi perintah tentara AS.
Artikel yang dipublikasikan oleh Rolling Stone ini tampaknya berusaha menunjukkan bahwa militer AS sengaja menutup mata terhadap aksi brutal yang menimpa warga sipil Afghanistan. Namun diindikasikan juga bahwa militer AS sendiri juga terlibat aksi penganiayaan dan pembunuhan warga sipil setempat.
Dimintai tanggapan soal laporan ini, militer AS menyatakan pihaknya tengah melakukan penyelidikan. "Kami sekarang masih melakukan penyelidikan kriminal," ucap juru bicara Komando Investigasi Kriminal Militer AS, Chris Grey kepada AFP.
(nvc/ita)