Sholeh, 34, terlihat begitu bersemangat dengan mengenakan baju warna biru ala Dinas Perhubungan DKI. Seraya menenteng peluit dan handuk kecil di pundaknya, ia terus berteriak agar pengendara mobil mematuhi instruksinya.
Sementara, sekitar empat mobil di belakangnya terkena macet karena menunggu kelarnya mobil yang diparkir Sholeh. Tiga mobil ini ingin melewati Jalan Thamrin Boulevard atau Jalan Kebon Kacang Raya dari Jalan KH. Mas Mansyur Tanah Abang. “Sabar Pak. Lagi diparkirin nih,” teriak Sholeh kepada pengendara mobil yang mengantre.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sholeh mengaku hampir saban hari bisa memarkir lebih dari 60 sepeda motor dan 20 mobil. Setiap sepeda motor dikenakan tarif Rp 3 ribu-Rp 5 ribu. Adapun mobil Rp 6 ribu-Rp 10 ribu sekali parkir. Dalam sehari, minimal ia bisa meraup Rp 250 ribu.
Kerjanya pun santai karena hanya hitungan jam saat pagi, siang, dan sore. Tapi, pendapatan sebesar itu masih harus disetor Sholeh kepada kelompok orang yang merupakan warga setempat. “Siang sudah nyetor sebagian ke orang sini yang sudah pegang lama," kata Sholeh ketika ditemui detikcom.
"Soal ke polisi, saya gak tahu. Itu urusan mereka,” lanjut Sholeh yang sudah tiga tahun menjadi juru parkir di daerah itu.
Tidak hanya di Jalan Thamrin Boulevard, parkir liar yang kentara terlihat antara lain di Jalan Sabang dan belakang Sarinah Plaza. Bahkan, di atas pukul delapan malam, Jalan Kebon Sirih sudah menjadi areal bebas parkir mobil.
Pengamat transportasi Achmad Izzul Waro menilai kekurangan sistem razia cabut pentil terhadap kendaraan yang parkir tidak pada tempat resmi yakni terletak pada konsistensi penerapan. Cara ini diakuinya bakal efektif jika dilakukan secara kontinyu dan tidak tebang pilih.
“Sayangnya penindakannya itu kan hangat-hangat tahi ayam, kalau masih hangat semuanya beres. Tapi kan sekejap juga hilang efektivitasnya. Hanya efektif kalau ada petugas,” kata Sekjen Institut Studi Transportasi (Instran) ini kepada detikcom, Senin (04/11).
Persoalan parkir liar yang tak kunjung selesai di DKI menurut Dewan Transportasi Kota (DTK) Jakarta karena juru parkirnya masih dibiarkan bebas. Ketua Dewan Transportasi, Azas Tigor Nainggolan kepada detikcom, Senin (04/11), mengungkapkan titik parkir liar di ibu kota mencapai ribuan namun tak satu pun tukang parkir liar itu ditangkap petugas.
DTK juga menilai razia cabut pentil untuk menertibkan parkir liar belum bisa diterapkan secara maksimal. Tigor menyarankan seharusnya razia dilakukan lebih konsisten dan serentak di semua wilayah.
Kepala Bidang Pengendalian dan Operasional Dinas Perhubungan DKI Sunardi M. Sinaga mengakui gaung kegiatan razia sekarang tidak begitu terdengar dibanding ketika awal dimulai.
Tapi ia membantah pihaknya mengurangi intensitas dan bahkan sudah menghentikan razia. “Kita jalan terus, justru setiap hari itu kita banyak banget operasinya," ujar Sunardi saat dihubungi detikcom, Senin (04/11).
Kepala Unit Pelaksana Teknis Perparkiran Dishub DKI, Enrico Fermi, menyebut pelaksanaan penertiban adalah domain kepolisian. Namun pihaknya sering ikut survei lapangan.
Sayangnya, diakui Enrico, penertiban masih tidak optimal karena faktor kurangnya daya dukung operasional. "Selama ini kami juga ikut serta dalam penertiban parkir liar," ujar Enrico kepada detikcom, Rabu (06/11).
(brn/brn)