"Ada kekhawatiran orang angka 10,4 juta ini pemilih fiktif, tentu Bawaslu tidak ingin kecolongan," kata komisioner Bawaslu Nasrullah saat berbincang dengan detikcom, Selasa (11/1/2013).
Menurutnya, sangat mudah bagi Bawaslu mengawasi perbaikan 10,4 juta yang dilakukan oleh KPU, Bawaslu sudah memetakan lokasi-lokasi 10,4 juta pemilih yang tak memiliki NIK tersebut. Bawaslu sarankan parpol juga terlibat dalam perbaikan itu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Nasrullah lalu menjelaskan alasan Bawaslu tidak merekomendasikan KPU memundurkan jadwal penetapan DPT seperti yang terjadi dua kali sebelumnya, meski diketahui ada 10,4 juta yang bermasalah dari 168 juta yang ditetapkan.
"Pertimbangan utama Bawaslu persoalan subastansi, hak konstitusional yang harus dipenuhi. Kalau lihat asas manfaatnya jauh lebih bagus hak itu ditampung dulu di DPT. Bagi kami lebih mudah men-delete orang kalau fiktif atau ganda daripada memasukkan (ke DPT)," ujarnya.
Kedua, KPU bisa meyakini Bawaslu bisa membereskan 10,4 juta pemilih tanpa NIK itu, dan menyelesaikannya kurang dari satu bulan. "Dengan catatan angka 10,4 itu harus direncanakan dengan baik secara sistematis, terstruktur dan masif," lanjut Nasrullah.
Alasan terakhir soal anggaran. DPT yang sudah diundur dua kali yaitu sebulan dan dua minggu, membuat petugas KPU dan Bawaslu di bawah terus bekerja melampaui jadwal yang disusun. Terutama panitia pemungutan daftar pemilih (Pantarlih) yang harus mengecek berulang kali.
"Anggaran kemungkinan sudah habis, ini kerja bakti terus menerus untuk pastikan orang-orang ini faktual dan sebagainya. Tentu kalau dibiarkan secara terus menerus hasil pantauan itu kurang enak," ucapnya.
"Jadi jangan justru terlalu mempekerjakan tapi tidak diback up anggarannya, diundur terus menerus. Ini yang membuat kami mengambil keputusan (tak rekomendasikan mundurkan penetapan DPT)," imbuh Nasrullah.
(bal/gah)