Soal Penyadapan, Beranikah PBB Beri Sanksi ke AS dan Australia?

Soal Penyadapan, Beranikah PBB Beri Sanksi ke AS dan Australia?

- detikNews
Selasa, 05 Nov 2013 04:33 WIB
Jakarta - Bocoran informasi dari Edward Snowden mengenai penyadapan yang dilakukan Australia dan Amerika Serikat membuat Indonesia memanggil dubes kedua negara untuk mengklarifikasi hal tersebut. Beranikah PBB turun tangan?

"Penyadapan Amerika Serikat dan Australia hal yang biasa, yang saya maksud adalah penyadapan itu telah terjadi sejak dahulu, khususnya untuk Indonesia, sejak masa Presiden Soekarno yang dilakukan oleh Amerika Serikat dan Uni Soviet," ujar staf khusus Presiden SBY Hubungan Luar Negeri, Letjen (Purn) TB Silalahi kepada detikcom, Senin (4/11/2013).

Oleh karena itu, lanjut TB Silalahi, kejadian penyadapan itu bagi dirinya tidak mengejutkan, dan pasti akan terulang lagi. "Dalam konteks inilah saya sebut penyadapan itu biasa-biasa saja. Maksudnya, jangan hanya terkejut, tetapi bagaimana kita harus menghadapinya," jelasnya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

TB Silalahi menjelaskan, dengan kemajuan IT, penyadapan itu makin mudah, karena peralatannya makin canggih. Saat ini, penyadapan itu dilakukan secara luas. Bukan hanya antar negara, tetapi malah terjadi di dalam negeri itu sendiri, antara lain persaingan politik dan bisnis.

"Presiden Nixon yang bisa jatuh dari jabatannya, karena melakukan penyadapan terhadap lawan politik yang terkenal dengan istilah Watergate," imbuhnya.

Di Indonesia, lanjut TB Silalahi, sudah beredar peralatan canggih yang ditawarkan di pasar gelap. Dari sisi Undang-Undang, penyadapan sendiri sah seperti dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Peralatan swasta bisa lebih canggih dari yang dimiliki oleh KPK.

Sudah barang tentu perlu ada hukum yang mengaturnya, sanksi dalam negeri antara lain dalam kejahatan dibidang IT atau cyber crime, sanksi internasional untuk antar negara. Hukum Internasional harus menjangkau kemajuan IT.

TB Silalahi menegaskan, penjelasannya jangan salah tafsirkan bahwa dirinya tidak setuju sanksi terhadap pelanggaran khususnya yang dilakukan oleh negara-negara besar. "Tapi, mampukah PBB atau Lembaga Hukum Internasional memberi sanksi kepada Amerika Serikat, Australia dan negara-negara lain. Itulah tantangan yang dihadapi oleh bangsa-bangsa masa sekarang termasuk Indonesia," ujarnya.

TB Silalahi mengakui saat ini merupakan era kemajuan teknologi. Hanya saja, jangan terlalu tergantung IT, karena mungkin saja negara lain IT-nya lebih canggih.

"Kita harus menyusun sistem yang mengutamakan sumber daya manusia. Saya yakin Badan Intelijen Negara kita sudah mengarah kesana," pungkas TB Silalahi.

(zal/fjr)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads