Pencucian uang tersebut dilakukan Fathanah pada Januari 2011 hingga Januari 2013. Modusnya dilakukan dengan cara menempatkan, mentransfer, membayar, membelanjakan total uang Rp 38,709 miliar yang didapat Fathanah dari fee pengurusan proyek.
"Uang yang patut diduga hasil tindak pidana korupsi dengan tujuan menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta kekayaan," kata jaksa Ronald membacakan surat tuntutan di Pengadilan Tipikor, Senin (21/10).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sehingga patut diduga harta kekayaan terdakwa tersebut berasal dari tindak pidana korupsi berkaitan dengan penerimaan komisi atau fee proyek yang diurus terdakwa atas persetujuan saksi Luthfi Hasan," lanjut jaksa Ronald.
Pengakuan Fathanah bahwa duit yang digunakan berasal dari kegiatan bisnis juga dikesampingkan jaksa. Begitu pula soal penghasilan Rp 100 juta per bulan yang diklaim Fathanah.
"Ketika majelis hakim mempertanyakan apa core bisnis tersebut, terdakwa hanya menjawab dia menjalankan core bisnisnya sebagai penghubung dan kantornya berpindah-pindah. Itu tidak logis," papar jaksa.
Dalam tuntutannya, jaksa juga menyebut barang sitaan terkait pencucian uang yakni:
- sebidang tanah seluas 157 m2 dan rumah di Permata Depok
- sebidang tanah seluas 542 m2 dan rumah di Pesona Khayangan I Depok
- 1 unit Land Cruiser Prado
- 1 unit Toyota Alphard
- 1 unit Mercedes Benz C-200
- 1 unit FJ Cruiser
- 1 unit Honda Jazz
- 1 unit Honda Freed
Selain itu ada perhiasan emas dan berlian berbentuk liontin. Kalung, gelang, cincin, jam tangan juga tas LV. "Dokumen pembelian mobil rumah, perhiasan, invoice pembelian tiket," sebut jaksa KPK.
(fdn/kha)