Sebelumnya ada 20,3 juta nama yang tak memiliki Nomor Induk Kependudukan (NIK), lalu melalui pemutakhiran didapati sekitar 6,3 juta nama telah cocok. Kemudian KPU meminta bantuan Kemendagri untuk mencocokkan sekitar 14 juta nama ke seluruh kabupaten/kota di Indonesia.
Kemendagri kemudian mendatangi setiap nama dengan bantuan satuan kerja pemerintah daerah masing-masing. Lalu Kemendagri memutakhirkan sekitar 3 juta nama yang telah diberikan NIK.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Irman menambahkan saat proses pemutakhiran oleh Kemendagri ditemukan sejumlah nama yang bukan nama panjang sehingga nama-nama itu tidak memiliki NIK.
"Kita yang tanya ke KPU, dari mana orangnya ini kok tidak ada NIK? Kita datangi pengurus RT, orangnya nggak ada, kalau ada dia pakai nama panggilan. Tanya nama aslinya ternyata ada NIK-nya," kata Irman.
Temuan ini membuat Kemendagri enggan memberikan NIK kepada 10,4 juta nama yang belum jelas keberadaan pemiliknya tersebut. Proses pengecekan pun masih berlanjut.
"Justru itu, kami tak mau berikan NIK karena tak tahu kebenaran orangnya dan elemen data lainnya," ujar Irman.
Irman juga mengeluhkan langkah KPU yang menambahkan data tanggal lahir pemilih yang kosong menjadi 1 Juli. Padahal ketentuan tersebut adalah ranah Kemendagri khusus untuk orang yang tak ingat tanggal lahirnya.
"Yang bersangkutan misalnya sudah tua, tak tahu tanggal. Yang menyatakan tak tahu tanggal lahirnya ya yang bersangkutan pas ditemui. Bukan 'ditembak' di Jakarta," ujar Irman.
Untuk mengecek 10,4 juta nama yang tak jelas pemiliknya tersebut, Kemendagri berlomba dengan waktu penetapan DPT oleh KPU. Kemendagri menyatakan tak mungkin selesai dalam waktu 3 hari, setidaknya diperlukan 2 minggu untuk memutakhirkan nama-nama tersebut.
"Ini nggak bisa sehari dua hari. Kalau tetap diputuskan, apakah berpengaruh dengan penetapan DPT? Kami tak mau memikirkan itu, kami maunya data itu jelas," tutup Irman.
(vid/nrl)