Penghuni rumah di lokasi yang akan dieksekusi keluar rumah dan berdiri di depan gang dan dekat rel. Warga memblokir gang masuk Jalan Noroyono menggunakan bambu.
Rencananya sekitar 50 rumah di Jalan Noroyono akan dieksekusi untuk melanjutkan proyek jalur rel ganda. Namun warga menolak karena belum mendapatkan ganti rugi yang layak dan merasa belum diajak berunding.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kadaops IV Totok Suryono mengatakan pihaknya sudah mengundang perwakilan warga untuk berdialog terkait pembebasan lahan tersebut, namun warga tidak datang. Selain itu, pihaknya juga sudah memberikan pemberitahuan sudah sejak tahun lalu.
"Sudah diundang tapi tidak datang. Di sini sudah tertunda (proyek rel ganda) selama setahun," jelas Totok.
Ia menambahkan, tali asih sudah diberikan pada warga sekitar Rp 225 ribu per meternya. Tali asih tersebut untuk biaya bongkar karena tanah yang ditempati warga merupakan milik PT KAI.
"Ini tanah PT KAI. Kami sudah berikan tali asih untuk bongkar per meternya sekitar Rp 225 ribu," ujarnya.
Sementara itu, menanggapi tali asih yang diberikan PT. KAI tersebut, Mulyono mengatakan tali asih bukan merupakan ganti rugi bagi warga yang tinggal di sepanjang Jalan Noroyono.
"Tali asih itu tidak ada. Kalau melihat undang-undang, maka kami belum memperoleh ganti rugi. Ganti rugi itu harus musyawarah dulu," kata Noroyono.
Warga lainnya, Jati, mengatakan memang 12 November 2012 lalu ada pertemuan dan didatangi warga di balai desa. Di sana warga membubuhkan tanda tangan karena takut banyak aparat saat pertemuan.
"Warga tanda tangan karena takut, habis itu bingung berapa meter yang mau dibongkar, tidak ada rincian," ujarnya.
"Kami kemudian inisiatif ke kejaksaan untuk mediasi, tapi PT KAI tidak merespons," imbuh Jati.
Selain itu, setahu Jati dan warga sekitar, PT KAI memiliki tanah selebar 6 meter, namun tanah yang terkena pembebasan lahan ternyata sampai 16 meter. "Kami ini bayar pajak, punya KTP juga, berarti diakui," tandasnya.
Saat ini mediasi terkait eksekusi tersebut masih dilakukan di Badan Pertanahan Nasional Semarang. Menunggu hasil mediasi, sebagian warga masih menunggu di depan rumah sedangkan pembongkaran dilakukan di rumah yang sudah setuju untuk dieksekusi.
(alg/try)