Komunitas dan Warga Tumpengan untuk Gedung Bersejarah yang Nyaris Roboh

Komunitas dan Warga Tumpengan untuk Gedung Bersejarah yang Nyaris Roboh

- detikNews
Senin, 07 Okt 2013 17:02 WIB
Foto: Angling Adhitya P/detikcom
Semarang - Kondisi salah satu bangunan bersejarah di Semarang, yaitu gedung Sarekat Islam (SI) di Jalan Gendong, Kelurahan Sarirejo, Kecamatan Semarang Timur sangat memprihatinkan. Bangunan yang berdiri tahun 1920 itu terancam roboh.

Gedung seluas sekitar 1.000 meter persegi tersebut sudah sama sekali tidak bisa digunakan. Dari bagian depan, dua pintu besar berwarna biru harus dibuka dengan sekuat tenaga karena terganjal pasir dan puing-puing bangunan yang mulai rontok.

Setelah melewati pintu, terdapat ruangan luas dengan pilar-pilar kayu jati. Namun keadaanya tidak semegah dulu ketika digunakan oleh elemen pergerakan masyarakat termasuk Soekarno pada masa penjajahan Belanda. Saat ini hanya ada reruntuhan atap yang roboh, lantai berpasir, dan beberapa barang usang.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Satu-satunya identitas Sarekat Islam yang terihat pada gedung itu hanya tulisan "SI" di lantai tepat di tengah ruangan. Selain itu tidak ada lagi yang memperlihatkan identitas sejarah dari gedung yang berdiri di tengah permukiman warga itu.

Koordinator Komunitas Pegiat Sejarah (KPS) Kota Semarang, Rukardi mengatakan, gedung tersebut punya peran penting dalam sejarah. Berawal dari tahun 1918, saat itu Semarang tidak memiliki gedung untuk pergerakan rakyat. Maka beberaapa aktivis pergerakan menggagas gedung pertemuan.

"Kemudian ada anggota SI, H Boesro mewakafkan tanahnya. Kemudian ada penggalangan dana dari masyarakat untuk pembangunan. Lalu dibangun tahun 1919, prosesnya setahun selesai," kata Rukardi di gedung SI, Jalan Gendong, Kelurahan Sarirejo, Kecamatan Semarang Timur, Senin (7/10/2013).

Gedung SI menjadi saksi bisu peristiwa penting di Indonesia khususnya Semarang. Beberapa di antaranya adalah menjadi tempat rapat pemogokan buruh terbesar se-Hindia Belanda pada tahun 1922 dengan 5.000 massa dan tahun 1923 yang menjalar hingga seantero pulau Jawa.

"Pernah menjadi tempat sekolah rakyat Tan Malaka untuk melawan sistem pendidikan bergaya Barat," imbuhnya.

Gedung SI pernah tidak lagi terpakai pada tahun 1926 ketika masa pemberontakan di Banten dan Sumatera Barat pecah. Saat itu semua elemen pergerakan masyarakat diberangus dan ditangkap sehingga gedung itu kosong.

"Tahun 1930 gedung ini kembali aktif. Pernah menjadi markas Partindo, markas organisasi buruh berafiliasi pada PKI, elemen pergerakan lainnya, dan markas PMI saat pertempuran lima hari di Semarang," tuturnya.

Sejumlah tokoh nasional pernah mendatangi gedung bercat putih itu. Di antaranya Soekarno, Hatta, dr Sutomo, dan Adam Malik. "Soekarno pada tahun 1930-an dalam rapat umum Partindo berpidato soal kemerdekaan. Waktu rapat, intel Belanda menggebrak meja agar Soekarno mengentikan pidato," sambung Rukardi.

Pada tahun 1965 gedung SI sempat akan dibakar namun berhasil dihentikan. Kemudian NU dan Muhammadiyah berhasil mendapatkan akta wakaf dan membentuk Yayasan Balai Muslimin (Yabami) sebagai pengelola. Gedung SI selanjutnya digunakan untuk kegiatan masyarakat seperti salat Jumat dan pengajian.

"Tahun 2008 bangunan ini mulai rusak. Kemudian didiamkan saja selama 5 tahun hingga rusaknya semakin parah," katanya.

Yabami sempat mengajukan permohonan merobohkan bangunan itu ke wali kota Semarang untuk dibuat sebagai masjid dan gedung pertemuan dua lantai. Namun karena nilai sejarah yang tinggi, pegiat sejarah Kota Semarang berusaha mempertahankan gedung tersebut.

Dalam forum dialog di Balai Kota Semarang 23 September lalu, usulan penyelamatan darurat gedung SI disetujui oleh Plt Wali Kota Semarang, Hendrar Prihadi.

Siang tadi penyelamatan darurat diawali dengan acara tumpengan yang dihadiri warga sekitar dan pegiat sejarah. Langkah pertama penyelamatan dilakukan dengan memasang terpal dengan ditopang sejumlah bambu.

"Penetapan gedung ini sebagai cagar budaya masih diproses oleh Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Jateng," tegas Rukardi.

Penyelamatan darurat tersebut diharapkan bisa mengingatkan lagi kepada masyarakat terkait keberadaan gedung SI dan sejarahnya.

Salah satu warga yang merupakan putra mantan ketua Yabami, Abdul Rosyid (almarhum), Agus Harsoyo menambahkan, warga selama ini rutin memelihara bagian halaman gedung. Warga juga berharap agar gedung SI segera direnovasi dan kembali bisa digunakan tanpa menghilangkan nilai sejarahnya.

"Sebulan sekali warga membersihkan bagian depan. Kami selalu berharap agar gedung ini tidak dirobohkan, karena bisa untuk kenang-kenangan" kata Agus.

(alg/try)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads