Seperti dilansir AFP, Senin (7/10/2013), insiden ini terjadi saat agenda rapat pemimpin bisnis APEC digelar pada Minggu (6/10) kemarin. Saat itu, Presiden Aquino beserta rombongan memasuki lokasi rapat dan tiba-tiba dihadang sekelompok wartawan yang ingin mewawancarainya.
Para wartawan tersebut langsung melontarkan pertanyaan kepada orang nomor satu di Filipina tersebut. Mereka ingin tahu apakah Aquino bertemu dengan pemimpin Hong Kong Leung Chun-ying di Bali dan mendesak Aquino meminta maaf kepada keluarga korban dalam tragedi penyanderaan di Manila pada tahun 2010 lalu yang menewaskan 8 warga Hong Kong.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Apakah Anda sudah bertemu dengan CY Leung (pemimpin Hong Kong)," imbuh wartawan lain sambil berusaha menyodorkan mikropon ke rombongan Aquino.
Aquino tidak menjawab pertanyaan tersebut. Staf dari APEC langsung menengahi dan menegur para wartawan asing tersebut. Menurut Now TV, salah satu staf menuding wartawan tersebut telah 'menyerbu salah satu tamu'.
Dampak dari insiden ini, ID card untuk meliput APEC dari empat wartawan Hong Kong yang terlibat insiden tersebut telah dicabut. Mereka bebas ada di Bali, namun tidak bisa lagi mengakses lokasi APEC dan juga pusat media. Namun media Hong Kong menyebutkan, ada sembilan orang jurnalis dan juga teknisi dari Now TV, RTHK dan Commercial Radio yang terkena dampak insiden ini.
Menanggapi insiden ini, ketua Asosiasi Jurnalis Hong Kong Sham Yee-lan menyampaikan protes. Dia menyebut, pemerintahan Aquiono hingga saat ini belum memberikan penjelasan memuaskan terkait tragedi tersebut. Menurutnya, para wartawan tersebut telah melaksanakan tugasnya dengan baik di Bali. Sham juga mengeluhkan aksi pelarangan dari penyelenggara terhadap wartawan tersebut.
"Pelarangan bagi media untuk menyampaikan pertanyaan kritis terang-terangan merupakan pelanggaran kebebasan pers yang benar-benar tidak bisa diterima," ucap Sham dalam pernyataannya.
Secara terpisah, juru bicara Presiden Filipina, Ricky Carandang menyebut wartawan asal Hong Kong tersebut telah melanggar batasan kode etik. "Sebagai mantan jurnalis, saya tahu seperti apa menyampaikan pertanyaan secara agresif," ucapnya kepada AFP.
"Perilaku para reporter ini telah melewati batas dari pertanyaan biasa menjadi bentuk ancaman, dan bahkan diperlakukan oleh petugas keamanan dari Indonesia yang bertugas mengawal presiden sebagai ancaman fisik yang sangat potensial baginya," imbuhnya.
Pihak penyelenggara APEC yang diwakili Kepala Humas dan Informasi Kemenkominfo Gatot Dewa Broto membantah adanya pelanggaran kebebasan pers. "Kami anggap tidak pantas bagi media untuk bertindak seperti itu, karena mereka tidak berbicara secara normal tapi mereka sangat demonstratif, seolah sedang unjuk rasa," ucapnya.
(nvc/ita)