"Khusus untuk ERP, payung hukum untuk membentuk Perda sebenarnya telah memadai, dan kami berupaya untuk hal ini bisa diterapkan secepatnya," ujar Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta Triwisaksana.
Hal itu dikatakan Triwisaksana dalam diskusi tentang penerapan Jalan Berbayar Elektronik atau Electronic Road Pricing (ERP), di Gedung DPRD DKI, Kebon Sirih, Jakarta, Kamis (3/10/2013).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Warga Jakarta jangan sampai tua di jalan," tuturnya.
Menurut politisi PKS ini, sudah saatnya Jakarta membuat regulasi untuk membatasi kendaraan pribadi di jalan raya. Pengaturan jumlah penumpang 3 in1 atau rekayasa lalu lintas sudah tidak memadai lagi untuk menghindarkan pengguna jalan dari kemacetan.
“Akhirnya, dengan 60% waktu tidak bergerak, bukan hanya masalah polusi, tapi juga Jakarta menjadi kota yang kurang bersaing dibanding ibukota negara-negara di Asia,” tutur pria yang juga Ketua Badan Legislasi Daerah (Balegda) DPRD DKI ini.
Ia menyatakan DPRD telah mengumpulkan pendapat masyarakat tentang aturan yang bisa digulirkan untuk membatasi kendaraan pribadi. Sejauh ini ada usulan seperti penggiliran nomor kendaraan ganjil genap dan penerapan ERP.
Ahmad Safrudin dari Koalisi Warga untuk Transport Demand Management (Koalisi TDM) menambahkan, data yang dihimpun pihaknya menemukan angka pengganti biaya kesehatan baik biaya periksa kesehatan maupun obat akibat masalah polusi udara dari kendaraan bermotor mencapai lebih dari Rp 35 triliun.
Sementara itu Kadishub DKI Udar Pristono mengatakan, Pemprov DKI siap untuk menerapkan ERP bila telah ada perda-nya. Namun menurutnya, pemprov akan menunggu lebih dulu datangnya bus Transjakarta untuk menambah armada yang sudah ada. Selain memang sudah sangat dibutuhkan, sisa 700 armada bus yang akan datang bisa menjadi alternatif bagi pengguna kendaraan pribadi untuk berpindah ke transportasi publik bila keberatan dengan pungutan ERP.
"Saya yakin, ERP sudah bisa diterapkan pada kuartal pertama tahun 2014," optimis Udar.
(rmd/nrl)