Tragedi Low Cost Carrier di Bandara Sam Ratulangi
Bagikan opini, gagasan, atau sudut pandang Anda mengenai isu-isu terkini
Kirim Tulisan

Tragedi Low Cost Carrier di Bandara Sam Ratulangi

Selasa, 01 Okt 2013 15:11 WIB
Catatan: Tulisan ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi detik.com
Jakarta - Pesawat tebang yang dioperasikan oleh maskapai penerbangan sebagai low cost carrier (LCC) atau pesawat bertiket murah memang mempunyai kualitas pelayanan penumpang yang berbeda dengan full service. Meskipun mekanisme perawatannya tidak berbeda, karena harus tetap mengikuti standar aturan yang berlaku dan ditetapkan oleh baik International Civil Aviation Organization (ICAO) maupun Direktorat Jenderal Perhubungan Udara (DJU) Kementrian Perhubungan RI.

Jadi jangan heran ketika kita menggunakan maskapai jenis LCC satu saat harus geram karena pesawat terlambat tiba dan terlambat mengangkasa. Penyebabnya karena tiap pesawat LCC dalam sehari dipakai untuk multi landing dan multi take off puluhan kali. Jadi jika take off atau landing I terlambat, maka take off dan landing berikutnya akan semakin terlambat karena maskapai LCC tidak menyediakan pesawat cadangan jika terjadi keterlambatan. Berbeda dengan maskapai full service.

Maskapai LCC harus mengoptimalkan penggunaan pesawat dan crew per harinya, untuk mengoptimalkan pendapatannya. Jadi jangan heran kalau jam kerja pesawat dan crew maskapai penerbangan LCC lebih lama. Tidak masalah ketika jam terbang tidak melampaui batas aturan per hari yang telah ditetapkan oleh ICAO dan DJU.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Jadi jangan heran ketika pada hari Senin tanggal 30 September 2013 ketika pesawat Lion Air (LA) JT 755 tujuan Bandara Soekarno-Hatta, meskipun terlambat beberapa jam karena perbaikan APU (Auxiliary Power Unit), pihak Lion tidak memberikan pesawat pengganti. Kondisi ini pula yang memicu penumpang protes keras dan pada akhirnya menyebabkan insiden karena penumpang membuka paksa pintu pesawat B 737-900 ER.

Lalu siapa yang harus disalahkan ketika terjadi insiden semacam itu? Mari kita diskusikan singkat dan padat.

Kronologis Kejadian

Setelah saya konfirmasikan dengan beberapa pihak terkait, seperti GM Bandara Sam Ratulangi, Direktur Lion Air, penumpang, Kemenhub dan pakar penerbangan, saya dapat menyimpulkan beberapa hal terkait dengan insiden tersebut.

Pertama, pesawat JT 755 dengan nomor registrasi PK-LFM tujuan Bandara Soekarno-Hatta merupakan pesawat yang seharusnya terbang pada tanggal 29 September 2013 siang, tetapi karena ada kerusakan, pesawat harus kembali ke bandara (RTB) dan bermalam (RON) di Sam Ratulangi untuk perbaikan. Penumpang pesawat ini dialihkan ke pesawat Lion lain pada malam harinya.

Pesawat tersebut mengalami kerusakan di bagian APU (Auxiliary Power Unit) atau perangkat generator listrik awal yang harus segera diperbaiki. APU berguna untuk menyalakan mesin, namun saat di darat APU juga berfungsi untuk menjalankan mesin pendingin (AC). Perbaikan pesawat berlangsung cukup lama hingga keesokan harinya tanggal 30 September 2013 sekitar pukul 10.00 WITA.

Kedua, saat teknisi memperbaiki APU di apron bandara, mesin pesawat mati dan otomatis AC pesawat juga mati. Teriknya sinar matahari membuat suhu ruang kabin pesawat mendidih. Dalam prosedur keselamatan penerbangan, ketika mesin mati untuk menjaga suhu udara kabin tidak panas harus digunakan AC mobile generator. Sehingga ketika pekerjaan perbaikan selesai dan pesawat akan digunakan, suhu kabin normal. Mengapa pada pesawat JT 755 suhu di kabin mendidih? Di sini awal dari persoalan atau insiden ini berawal.

Ketiga, patut diduga dengan tujuan penghematan, pihak Lion tidak menggunakan AC mobile generator dari perusahaan ground handling seharga sekitar Rp 1 juta - 2 juta per jam. Akibatnya ketika proses perbaikan di apron bandara di tengah terik matahari selama beberapa jam membuat suhu di cabin pesawat JT 755 mendidih.

Dampak dari itu ketika proses boarding hingga pesawat block off (di dorong mundur), suhu pesawat masih belum mencapai suhu kamar yang nyaman karena mesin pesawat belum lama hidup. Di tengah ketidakpahaman dan kekhawatiran suhu akan terus panas, ada penumpang yang membuka pintu darurat di belakang mesin sebelah kiri dengan alasan mencari udara segar, padahal pesawat sudah 10 meter di dorong mundur untuk taxying dan siap terbang.

Langkah Kedepan

Supaya tidak terulang pembukaan paksa pintu darurat oleh penumpang karena melanggar aturan UU No. 1 tahun 2010 tentang Penerbangan dan Annex 9 serta 17 dari ICAO, harus dilakukan beberapa langkah, seperti:

1. Pemerintah dalam hal ini DJU harus terus mengingatkan semua maskapai untuk patuhi aturan yang ada. Jika ada pelanggaran tanpa alasan apapun, termasuk demi penghematan, harus langsung ditindak demi keselamatan penerbangan Indonesia

2. Semua maskapai harus mematuhi dan menjalankan peraturan yang ada tanpa kecuali termasuk demi penghematan. Bisa hemat tapi rusak susu sebelanga. Penghematan menjadi tidak berarti ketika terjadi insiden seperti ini. Biaya yang dikeluarkan untuk memperbaiki kerusakan sosial jauh lebih besar.

3. Penumpang harus belajar paham dan taat aturan yang berlaku di dunia penerbangan yang sangat berbeda dengan aturan naik bis AKAP atau angkot. Supaya kebrutalan di angkutan darat tidak menular ke angkutan udara. Sayang pada insiden kemarin tidak ada yang berani mengaku siapa pembuka pintu pesawat. Sekali lagi kita melindungi pelanggar aturan.

4. Pemerintah dan maskapai penerbangan harus terus memberikan edukasi kepada publik tentang kesantunan dan kepatuhan naik angkutan udara. Sehingga kita tidak dicemooh oleh bangsa lain sebagai bangsa yang bar-bar dan merugikan dunia penerbangan kita

5. Ingat larangan terbang ke Uni Eropa belum dicabut 100%, Federal Aviation Administration (FAA) masih melarang maskapai kita terbang ke Amerika dan saat ini DJU sedang melobi ICAO untuk masuk sebagai Council Member Group III mewakili Asia menggantikan Malaysia bisa gagal kalau insiden memaukan seperti ini terus berlangsung.

*) Agus Pambagio, Pemerhati Kebijakan Publik dan Perlindungan Konsumen

(nwk/nwk)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads