Saat mengunjungi rumah detensi ini pada Rabu (26/9/2013) kemarin, wartawan berkesempatan melihat bagaimana keseharian mereka.
Para tahanan ini tinggal dalam sebuah blok layaknya di rutan pada umumnya. Dalam satu blok terdiri dari beberapa kamar yang berisi maksimal 20 orang. Mereka hanya tidur beralaskan matras. Alat makan serta baju mereka diletakkan disebuah rak yang berada tepat di atas tempat tidur mereka.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Di sekeliling tembok dipagari dengan lilitan kawat berduri agar para tahanan tidak melarikan diri.
Meski hidup dibalik jeruji, mereka ternyata menikmati suasana di sana. Contohnya saja Suraaj Kumat, pria asal Nepal ini sudah 7 bulan berada di Rudenim Tanjung Pinang. Ia mengaku betah berada di sana karena diperlakukan baik oleh pihak imigrasi.
"Di sini enak. Kami dapat makanan dan apa yang kami minta boleh dikasih. Walaupun di camp tapi hati rasa senang," ujar Suraaj dalam bahasa Melayu seadanya.
Awalnya ia berencana ke Australia untuk mencari suaka namun ia tertangkap di pulau Payung Kepulauan Seribu, Jakarta. Saat ini ia tinggal menunggu waktu untuk dipulangkan ke negara asalnya.
Tak hanya Suraaj, juga ada Ahmad Sajer yang berasal dari Sri Lanka yang ditangkap saat kapal yang ditumpanginya masuk wilayah periran Indonesia. Ia bersama 204 orang lainnya akhirnya diamankan oleh pihak imigrasi dan dikirim ke Tanjung Pinang.
Lain cerita dengan Thein Ming Aung, pria penguni blok A3.2 ini berada di Rudenim Tanjung Pinang karena kasus illegal fishing.
"Di sini tinggal sama orang Vietnam dan Myanmar," kata Thein Ming dalam bahasa Indonesia.
Pihak Rudenim memang melakukan pengelompokan dalam ruangan tempat mereka tinggal. Pengelompokan ini bisa berdasarkan warga negara, suku dan sifat kasus keimigrasiannya.
Menurut Kepala Rudenim Tanjung PInang, Surya Pranata, tak jarang para deteni ini saat baru diterima untuk ditampung memberikan data palsu. Namun hal tersebut dapat teratasi 2-3 bulan kemudian melalui survey UNHCR dan pengakuan deteni sendiri.
"Ada yang mengaku kalau dia Rohingya Myanmar. Nanti 2 bulan kemudian baru mengaku kalau dia sebenarnya orang Vietnam yang sudah lama tinggal di Myanmar," kata Surya saaat menemani wartwan beretemu dengan para deteni.
Pengkroscekan data para imigran dilakukan oleh lembaga PBB untuk imigrasi, UNHCR. Data UNHCR inilah yang dipakai untuk pengubahan status seorang imigran menjadi pengungsi (refugee) dan dipindahkan ke community house di beberapa daerah di Indoneesia.
(bil/fjr)