Secara teknis pengambilan sampel urine dan bagian tubuh lainnya bisa jadi tidak terdeteksi, namun dapat dilakukan dengan penelitian laboratoris yang saksama.
Menjadi tanda tanya, ketika beragam kasus kecelakaan maut yang merenggut korban jiwa terus terjadi. Apakah kecelakaan tersebut benar karena faktor human error, kendaraan yang tak laik, atau faktor lain yang menyebabkan kecelakaan?
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Faktor kesalahan manusia bisa terjadi karena pengemudi mengantuk, tidak laik dalam mengemudi, sedang di bawah pengaruh alkohol, atau pengaruh narkoba. Nah, terkait dugaan sang pengemudi ada dalam kondisi konsumsi narkoba, pihak kepolisian tidak seharusnya terburu-buru menyimpulkan pengemudi tidak mengkonsumsi narkoba.
"Mereka yang mengkonsumsi zat baru akan terdeteksi dengan pemeriksaan secara laboratoris dengan menggunakan perangkat komputer grafis. Bila menggunakan alat tes yang biasa digunakan, maka tidak akan tampak atau negatif zat yang dikonsumsi tersebut," kata Kepala Unit Pelayanan Teknis (UPT) Laboratorium BNN, AKBP Kuswardani, saat berbincang dengan detikcom, Kamis (26/9/2013).
Memang, untuk mengetahui kandungan zat baru dibutuhkan penelitian saksama. Tidak seperti alat yang biasa dipakai yang dapat mengetahui positif narkoba dalam hitungan menit atau jam.
"Untuk pemeriksaan zat baru, dibutuhkan waktu berhari-hari," ujarnya.
Catatan hasil penelitian BNN hingga akhir Juli 2013, terdapat 21 zat baru dari tujuh grup senyawa zat yang tergolong berbahaya. Zat-zat itu antara lain:
1. Synthetic Cannabinoids - 2 jenis (JWH-018;XLR-11)
2. Synthetic Cathinones - 6 jenis (MDMC) (methylone), 4-Mec, N-ethylcathinone, Pentedrone, 4-MMC (Metdrone), MDPV
3. Phenetylamines - 6 jenis (DMA, 2-CB, DOC, PMMA, 5-APB, 6-APB)
4. Piperazines - 3 jenis (Benzilpiperazine) (dari tahun 2007, sudah dilarang chlorophenil piperazine trifluoro-methyl-phenilpiperazine)
5. Plant-based substances - 2 jenis (Catha edulis, Mtragyna speciosa)
6. Ketamine (sejak 2007, masuk peraturan obat keras)
7. Miscellaneous - 1 jenis (Ξ¬ Methyl-tryptamine)
Sementara dari daftar United Nations Office on Drugs and Crime (UNODC) hingga tahun 2012, terdapat 251 zat baru yang tersebar di beberapa negara.
"Zat-zat tersebut memiliki efek yang sama dengan narkoba yang telah diatur, antara lain stimulan, euforia, halusinogen, depresan dengan tingkat tertentu," papar Kuswardani.
Meski demikian, zat-zat tersebut masih belum ada di dalam daftar zat berbahaya yang diatur pemerintah. "Tidak dengan memasukannya ke dalam peraturan perundangan No 35 tahun 2009, zat-zat tersebut dapat diatur di dalam Peraturan Menteri," jelasnya.
"Kita mendorong Kementerian Kesehatan menyelesaikan lampiran itu dalam Peraturan Menteri," imbuh Kuswardani.
Salah seorang penyidik BNN di Direktorat Sintesa mengamini mengenai peredaran zat baru yang mewujud narkotika beredar luas di pasaran gelap Indonesia. Selain kasus artis Raffi Ahmad yang sempat menjadi perdebatan, beberapa temuan lainnya juga berhasil diungkap di Indonesia. Namun, dia enggan merinci di wilayah mana dan zat apa yang ditemukan tersebut.
(ahy/nvc)