"Sudah lebih dari 10 bulan di pengungsian, Kepala Desa bilang jangan sampai rumah ditempati lagi karena rawan longsor. Tanahnya sudah retak-retak," kata Kuswanto, salah satu pengungsi kepada wartawan, Selasa (24/9/2013).
Untuk membuat rumah lagi, Kuswanto mengaku tidak sanggup. Biayanya terlalu mahal. Apalagi anaknya baru saja masuk sekolah.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Rumah sudah terkena longsor. Untuk kembali, saya takut. Ingin cepat saja relokasinya biar cepat buat rumah, di sini panas, anak saya saja sampai sakit, kalau hujan saya juga takut terjadi longsor lagi," ujar Wati.
Kepala Desa Ujungbarang, Tarkono, menyatakan saat kejadian longsor terdapat 55 rumah dengan 69 KK. Saat ini, ada 199 jiwa yang menunggu kepastian relokasi. Padahal pemerintah pusat, provinsi maupun kabupaten sudah menyiapkan dana untuk membuat permukiman baru. Tapi izin dari Kemenhut belum juga terbit.
"Harapan kami secepatnya pemerintah merealisasikan relokasi tersebut karena warga sudah siap menyediakan tanah mereka untuk di tukar," ujar Tarkono.
Dua bulan lalu, tenda pengungsian diganti dengan bangunan dari anyaman bambu. Hal tersebut dilakukan agar kesehatan warga bisa lebih terjaga. Kendala ada di Perhutani, izin dari Kemenhut belum juga turun. Padahal warga hanya meminta 2 hektare tanah untuk ditukar dengan tanah warga.
"Pemerintah pusat dan daerah sudah menyiapkan dana Rp 900 juta, baik untuk permukiman maupun untuk pengurukan tanah," ungkapnya.
(arb/try)