Penegasan ini disampaikan jaksa KPK, Riyono, dalam tanggapannya atas nota keberatan (eksepsi) yang diajukan tim penasihat hukum Budi Susanto. Bagi jaksa, eksepsi harus dikesampingkan karena tidak beralasan. Pelimpahan perkara driving simulator dari Mabes Polri ke KPK tidak bertentangan dengan hukum.
"KPK punya kewenangan menyelidiki tindak pidana korupsi. UU 30/2002 menyatakan KPK mempunyai tugas penyelidikan, penyidikan dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi," tegas Jaksa Riyono dalam sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Selasa (24/9/2013).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Yang dimaksud bersamaan dihitung berdasar hari tanggal yang sama melakukan penyidikan," ujarnya.
KPK mulai menyidik perkara driving simulator dengan menetapkan Irjen Djoko Susilo dan Budi Susanto sebagai tersangka pada 27 Juli 2012. "Sedangkan Mabes Polri baru menetapkan Irjen Djoko Susilo dan Budi Susanto berdasarkan sprindik tanggal 31 juli 2012," sebut Riyono.
Jaksa KPK juga menyanggah eksepsi tim penasihat hukum Budi yang beranggapan pelimpahan perkara sama dengan menghentikan penyidikan perkara. "Penghentian penyidikan yang dimaksud pasal 50 UU 30/2002 bukan dalam arti penghentian status hukum, penuntut umum berpedapat penydikan perkara oleh KPK adalah sah," lanjutnya.
Budi Susanto didakwa memperkaya diri sendiri sebesar Rp 88,4 miliar dari proyek pengadaan driving simulator. Budi juga memperkaya orang lain di antaranya Irjen Djoko Susilo selaku Kakorlantas Polri (Rp 36 miliar), mantan Wakakorlantas Didik Purnomo (Rp 50 juta), Dirut PT Inovasi Teknologi Indonesia, Sukotjo Bambang sebesar (Rp 5 miliar), termasuk Primkoppol (Rp 15 miliar).
(fdn/lh)