Regulasi yang dimaksud adalah PP No 41 Tahun 2013 tentang Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah Berupa Kendaraan Bermotor yang Dikenai Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
"PP tersebut tidak memiliki dasar/landasan akademis. Dari mana dasar keluar PP itu? Pemerintah dalam hal ini telah membuat kebijakan yang tidak mempertimbangkan dampaknya ke depan, sehingga dapat dibilang tidak akademis," ujar Pengamat Perkotaan, Yayat Supriatna saat berbincang, Jumat (20/9/2013) malam.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sudah tahu kalau semakin banyak mobil maka jalanan akan bertambah macet, kenapa masih dilanjutkan? Selain itu, misalnya dengan adanya mobil murah, kemudian orang pada beli mobil walaupun belum punya SIM, apakah tidak menimbulkan kecelakaan lalu lintas? Pemerintah seharusnya mengajaklah masyarakat agar berpikir lebih sehat," paparnya.
Menurut akademisi Trisakti ini, PP 41/2013 tersebut harus diimbangi dengan regulasi lainnya. Misalnya saja dengan pengetatan ujian SIM yang tentunya dibarengi razia rutin oleh petugas kepolisian lalu lintas.
"Kemudian aturan pajak impor transportasi publik nol persen, atau setidaknya pajak bus-bus itu pajaknya dipermurah lah. Tentunya yang lebih diutamakan adalah angkutan umum yang dikelola pemerintah, bukan yang milik perseorangan itu, masa buat mobil (pribadi) murah bisa tapi buat bus (umum) tidak bisa?" imbuhnya.
(bpn/rmd)