"Masalah seperti ini diperlukan diplomasi khusus, jika perlu dalam bentuk yang keras sekali. Karena ini adalah tanggung jawab melindungi seluruh WNI di mana pun mereka berada," kata anggota Komisi IX DPR Poempida Hidayatulloh kepada detikcom, Jumat (20/9/2013).
Menurutnya, pemerintah Indonesia harus dapat menekan pemerintah Malaysia untuk memberikan grasi atau 'pardon' bagi Wilfrida.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Jika memang kemudian, Pemerintah Malaysia tidak mengindahkan masalah ketimpangan hukum, maka Malaysia tidak menghormati prinsip-prinsip HAM," imbuhnya.
Ia menuturkan, yang juga dapat dilakukan adalah diplomasi barter. Artinya Pemerintah RI meminta grasi untuk Wilfrida, dengan dibarter oleh kasus hukum serupa yang melibatkan masalah hukum warga negara Malaysia di Indonesia.
"Diplomasi yang proaktif senantiasa dapat dilakukan oleh Pemerintah RI dengan menggunakan berbagai sudut kepentingan," ucap Poempida.
"Yang jelas yang tidak boleh dilakukan oleh Pemerintah RI adalah menunggu dan melihat situasi atau perkembangan yang terjadi," tegasnya.
Wilfrida divonis hukuman gantung di Malaysia lantaran membunuh majikan saat membela diri. TKI asal Atambua, NTT ini adalah gadis belia yang menjadi pekerja di Malaysia lewat jalur ilegal.
Dirinya merupakan korban perdagangan anak. Wilfrida diberangkatkan ke Malaysia saat Indonesia sedang mengadakan moratorium pengiriman TKI ke negeri Jiran itu. Wilfrida kemudian bekerja sebagai pengurus lansia.
Wilfrida kini tengah menunggu putusan sela yang akan dijatuhkan pengadilan Malaysia, sekitar tanggal 30 September 2013. Jika tak ada upaya hukum, maka vonis hukuman mati akan diketok dalam waktu kurang dari 10 hari.
(bal/rmd)