Koruptor Rp 1,2 Triliun Lepas, Prosedur Penunjukan Majelis Hakim Janggal

Koruptor Rp 1,2 Triliun Lepas, Prosedur Penunjukan Majelis Hakim Janggal

- detikNews
Jumat, 20 Sep 2013 11:29 WIB
Gayus Lumbuun (ari saputra/detikcom)
Jakarta - Lepasnya koruptor Rp 1,2 triliun Sudjiono Timan masih menyimpan misteri. Salah satu kejanggalan yang mencolok adalah penunjukan susunan majelis hakim peninjauan kembali (PK) Timan.

Duduk sebagai ketua majelis yaitu Suhadi dengan anggota Sri Murwahyuni, Andi Samsan Nganro, Abdul Latief dan Sofyan Marthabaya. Mereka ditunjuk oleh Djoko Sarwoko, hakim agung yang kini telah pensiun.

"Beberapa dugaan pelanggaran prosedur pemeriksaan perkara di MA disebabkan kepimpinan yang bersifat oligarki yaitu kepemimpinan dengan kekuasaan oleh sekelompok elite di Mahkamah Agung (MA)," kata hakim agung Prof Dr Gayus Lumbuun saat berbincang dengan detikcom, Jumat (20/9/2013).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Hal itu dibuktikan dalam kasus Timan. Penunjukan ketua majelis PK seharusnya ditunjuk oleh ketua kamar atau ketua muda bidang terkait. Dalam kasus Timan, Ketua Muda MA bidang Pidana Khusus Djoko Sarwoko seharusnya menyerahkan ke Ketua Muda MA bidang Pidana Umum karena Djoko akan pensiun. Namun tiba-tiba dia menunjuk sendiri penggantinya, tanpa mengembalikan perkara tersebut.

"Pembentukan majelis baru dari majelis lama yang dipimpin Djoko Sarwoko telah berjalan lebih dari 6 bulan sebelum yang bersangkutan memasuki masa pensiun. Anggota-angota majelis juga telah selesai memberikan pendapat sebagai pertimbangan hukum perkara tersebut. Tetapi tidak diputus, ditunda berbulan-bulan. Terakhir membentuk majelis baru yang tidak mengikuti kebiasaan umum," cetus Gayus.

Pembentukan majelis yang janggal juga terjadi saat MA mengadili kasus penyelundupan 30 kontainer berisi BlackBerry dan minuman keras. Seharusnya majelis kasus tersebut ditunjuk oleh Ketua Muda MA bidang Pidana Umum tetapi tiba-tiba Djoko mengambil alih dengan menunjuk dirinya sendiri menjadi ketua majelis PK.

"Kasus putusan PK Sudjiono Timan dan kasus 30 penyelundupan yang kedua-duanya membebaskan terpidana menunjukan hal tersebut memang benar disebabkan adanya kepimpinan yang bersifat oligarki," kata Gayus.

Namun perlahan hal tersebut mulai diubah. Dalam kasus terakhir, MA mengadili perkara pencucian uang dan koruptor Bahasyim Assyafie. Duduk sebagai ketua majelis Prof Dr Komariah Emong Sapardjaja yang pensiun pada 31 Juli 2013. Lalu kasus itu dikembalikan ke ketua kamar pidana.

"Lalu dibawa ke sidang pleno kamar pidana sebelum ditentukan majelis yang baru," ujar guru besar ilmu hukum Universitas Krisnadwipayana itu.

Gayus menyatakan hal ini sebagai otokritik terhadap lembaganya supaya lebih baik ke depan.

"Juga bentuk transparansi publik disampaikan untuk membangun MA sebagai lembaga yang patut diharapkan keadilannya oleh masyarakat," pungkas Ridwan.

(asp/nrl)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads