Tak hanya moratorium, pemerintah provinsi DKI Jakarta juga berencana melakukan audit terhadap sejumlah mal atau pusat perbelanjaan. Audit salah satunya terkait kesesuaian peruntukkan lokasi mal tersebut. “Audit itu perlu, itu baru akan kami mulai,” kata Kepala Dinas Tata Ruang DKI Jakarta, Gamal Sinurat kepada detikcom, Rabu (18/9) kemarin.
Namun Gamal tak menyebut waktu dimulainya proses audit tersebut. Sementara terkait anggapan bahwa mal menjadi penyebab kemacetan di Jakarta, menurut dia itu tak bisa disamaratakan. “Itu perlu dicarikan solusi, dan itu tidak bisa disamaratakan harus kasus per kasus. Beda kondisi untuk tiap lokasi mal,” kata dia.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurut Gamal dampak positif dari moratorium mal adalah mengurangi kemacetan lalu lintas. Sementara dampak negatifnya, pengembang tak bisa memenuhi tuntutan pasar akan adanya pusat perbelanjaan.
“Nanti akan kami cari solusinya apakah, misalnya, nanti diizinkan mal tapi pada lokasi-lokasi yang memang bangkitan masalah lalu lintasnya tidak terlalu besar,” kata Gamal.
Ada beberapa lokasi yang menurut dia masih mungkin didirikan mal, yakni di Jakarta Timur. Pasalnya sejauh ini persebaran mal masih menumpuk di Jakarta Selatan dan Jakarta Pusat. Sehingga memperparah kondisi lalulintas di kedua wilayah tersebut.
Namun tidak semua lokasi di Jakarta Timur bisa dibangun pusat perbelanjaan, karena ada beberapa titik yang memiliki tingkat kemacetan parah. “Semua perlu kajian ekstra lagi,” kata Gamal.
Sementara pengamat perkotaan dari Universitas Trisakti, Nirwana Yoga mengatakan audit terhadap bangunan mal juga harus mencakup studi analisis mengenai dampak lingkungan atau AMDAL.
Salah satunya terkait dampak keberadaan mal tersebut terhadap kemacetan lalu lintas dan kerusakan lingkungan di sekitarnya. Beberapa mal yang disoroti Nirwono adalah Jakarta Mall di Slipi, Central Park, Plaza Semanggi ,Pejaten Village, Pondok Indah dan Plaza Senayan serta Senayan City.
Menurut dia semua mal tersebut terlatak di persimpangan jalan, sehingga membutuhkan lokasi khusus agar waktu keluar dan masuknya kendaraan tidak menimbulkan kemacetan. “Mereka harus menyediakan lokasi parkir yang cukup dan akses ke transportasi publik, itu yang harus dibenahi,” kata Nirwono.
(erd/erd)