"Kami mengapresiasi Kejaksaan Negeri (Kejari) Surabaya yang melaksanakan eksekusi monumental tersebut. Saya mendesak MA menolak upaya PK terpidana yang tengah diajukan terpidana," kata anggota Komisi IX DPR Rieke Diah Pitaloka kepada detikcom, Kamis (19/9/2013).
Proses eksekusi Christina berjalan dramatis. Christina awalnya datang ke Pengadilan Negeri (PN) Surabaya untuk mengajukan permohonan PK pada Selasa (17/9). Christina tidak menyangka jika tim eksekutor sudah siap menyergap. Usai selesai sidang, tim Kajari Surabaya mengeksekusi Christina dan menjebloskan ke Rutan Mandaeng.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Rieke, kasus ini menjadi tonggak di tengah impunitas untuk mereduksi kesewenang-wenangan pengusaha dan membongkar hukum yang masih represif dan diskriminatif terhadap buruh. Putusan ini diharapkan dapat memberikan efek jera terhadap pengusaha lain yang masih banyak melakukan pelanggaran.
"Ke depan kami mengharap agar semua lembaga hukum seperti Disnaker, kepolisian, kejaksaan, pengadilan dapat memberikan akses keadilan sosial dan yurisprudensi kepada kaum buruh, rakyat kecil dan rakyat miskin melalui penanganan dan putusan-putusan yang lebih berpihak kepada Hak Asasi Manusia(HAM)," cetus Rieke.
Christina awalnya divonis bebas oleh Pengadilan Negeri (PN) Surabaya atas aduan menggaji karyawannya di bawah UMR. Jaksa Penuntut Umum (JPU) lantas mengajukan kasasi dan dikabulkan. Chandra mendapat hukuman 1 tahun penjara dan denda Rp 100 juta.
Hukuman ini didasarkan pada pasal 90 ayat 1 UU Ketenagakerjaan. Namun secara filosofis, MA menegaskan pengusaha tidak boleh berdalih karena alasan kepepet, lalu menggaji buruh di bawah UMR.
Vonis kasasi diadili oleh ketua majelis hakim Zaharuddin Utama dengan anggota majelis Prof Dr Surya Jaya dan Prof Dr Gayus Lumbuun.
(asp/nrl)