"Saya berprinsip bahwa hak peninjauan kembali (PK) itu sebenarnya belum muncul," kata Sudrajad saat fit and proper test calon hakim agung di DPR, Rabu (18/9/2013).
Hal ini menjawab pertanyaan anggota DPR Fraksi Hanura Syarifudin Suding menanyakan soal PK Timan yg dikabulkan oleh hakim. Namun Sudrajad tidak mau menilai putusan Timan tersebut hingga masuk pokok perkara dan hanya melihat dari prosedur formalnya saja.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ahli waris ini baru muncul apabila terdakwa sudah meninggal. Pemahaman saya seperti itu," jawab mantan Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Utara (PN Jakut) itu.
Dalam pengajuan PK, Timan sebagai pemegang hak PK tidak pernah muncul di PN Jakarta Selatan (PN Jaksel). Sehingga hak PK tersebut menurut Sudrajat sebenarnya belum muncul.
"Kecuali kalau Sudjiono dinyatakan hilang di kecelakaan atau dianggap meninggal, maka baru dianggap PK istrinya ini. Jadi menurut saya memang hak dari Sudjiono Timan ini belum ada. Saya berpendapat belum ada. Formalnya demikian. Kalau materinya saya belum tahu," jawab Sudrajad.
Sudjiono Timan sempat dilepaskan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jakel) pada 2002 dalam dakwaan korupsi Rp 2 triliun dana BUMN PT BPUI. Pada 2004, di tingkat kasasi Timan dijatuhi hukuman 15 tahun penjara dengan pidana ganti rugi Rp 1,2 triliun. Sembilan tahun setelahnya atau tepat 31 Juli 2013, Timan kembali dilepaskan di tingkat PK.
Duduk sebagai majelis PK yakni Suhadi, Andi Samsan Nganro, Sri Murwahyuni, Sofyan Marthabaya, Abdul Latief. Sri dissenting opinion dan tetap memvonis Timan bersalah namun dalam rapat majelis Sri kalah suara.
(asp/)