Kesepakatan antara Rusia dengan AS menyatakan batasan waktu penghancuran senjata kimia Suriah adalah pertengahan tahun 2014. Namun kedua negara ini tetap bersikeras pada posisi dan pendapat masing-masing soal serangan kimia pada 21 Agustus lalu di dekat Damaskus.
Rusia bersikukuh bahwa serangan yang terjadi di Ghouta, Damaskus tersebut diprovokasi oleh kelompok oposisi dan pemberontak yang melawan rezim Presiden Bashar al-Assad. Menurut Rusia, serangan tersebut sengaja dilakukan untuk memancing reaksi negara Barat, terutama AS.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov, seperti dilansir AFP, Rabu (18/9/2013), menyatakan, laporan PBB membuktikan bahwa senjata kimia memang digunakan di Suriah. Namun, lanjutnya, bukan rezim Assad yang menggunakannya.
"Rusia masih meyakini bahwa serangan ini adalah tindakan provokasi," tegasnya.
Pernyataan ini langsung ditepis oleh AS dengan tegas. "Ketika Anda melihat secara jelas pada bukti-bukti yang ada -- tidak bisa dibayangkan bahwa pihak lain selain rezim (Assad) yang menggunakannya," ucap Presiden Barack Obama menanggapi hasil laporan PBB.
Konflik di Suriah yang berlangsung selama 30 bulan terakhir dilaporkan telah menewaskan 110 ribu orang. Banyak rakyat Suriah yang memilih melarikan diri ke negara lain. PBB mencatat, sekitar 7 juta orang membutuhkan bantuan kemanusiaan di Suriah.
(nvc/ita)