"Kalau dikatakan anggota DPR banyak yang korup, saya setuju sekali. Karena memang faktanya banyak politisi DPR yang tertangkap korupsi, bahkan tangkap tangan," kata Dradjad kepada detikcom, Selasa (17/9/2013).
Namun Dradjad kurang sepakat dengan penyebutan DPR sebagai lembaga terkorup nomor dua, seperti yang disampaikan Wakil Ketua KPK Adnan Pandu Praja yang mengutip data TII. Menurut Dradjad korupsi lebih rawan di kalangan eksekutif.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Misalnya, dia tidak bisa menyetujui tender proyek, tidak bisa memberikan kuota impor daging dan seterusnya. Sementara eksekutif, tanda tangan sendirian sudah bisa memberikan proyek besar-besaran sesuai jabatannya. Bisa memenangkan tender triliunan. Jadi lebih "sakti" dibanding legislator," imbuh Dradjad.
Begitu besarnya peluang korupsi eksekutif, lanjut Dradjad, seorang akademisi idealis yang sudah jadi professor seperti Rudi Rubiandini saja tergelincir setelah menjabat sebentar. "Kita bisa bayangkan bagaimana dengan mereka yang sudah tahunan bahkan belasan tahun menjabat di eksekutif. Kasus Gayus adalah bukti besarnya korupsi eksekutif, padahal dia birokrat yunior. Nah masalahnya, penanganan korupsi kita baru pada ekor gajah, yaitu legislator. Belum sampai pada kaki, apalagi badan gajah, khususnya eksekutif dengan kekuasaan besar," tandasnya.
(van/try)