Sehari-hari Madania naik angkot untuk menuju dan pulang dari sekolahya sejak masih duduk di bangku SMP. Saat masih bersekolah di SMP 1 Bogor, dari rumahnya di Ciomas, Madania naik angkot ke Jl Merdeka Bogor, lalu naik angkot lagi menuju sekolahnya.
Angkot yang dinaiki untuk menuju ke SMP 1 Bogor harus melewati Stasiun Bogor. Di depan stasiun Bogor, selalu ada preman yang naik ke angkot dan minta uang.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Polisi kemudian ada yang berjaga di daerah itu. Para preman pindah ke Pusat Grosir Bogor dan Jl Loji. Madania aman sementara waktu.
Ketika Madania telah duduk di bangku SMA, angkot yang dinaikinya melewati Jl Loji. Dia pun harus kembali bertemu preman.
"Ada yang pernah bawa silet, pas nggak dikasih dia ngelukain dirinya sendiri. Ada juga yang maksa sambil megang-megang, bentak, yang lagi pakai headset, headsetnya dibuka. Atau setelah turun dari angkot mukulin angkotnya," tutur Madania.
Madania juga pernah bertemu preman di angkot di Jalan Surya Kencana arah Botani Square. "Waktu itu aku lagi sendiri, kukasih aja seribu," ujarnya.
Meski kerap bertemu preman di angkot, namun Madania tak punya keinginan untuk membawa motor sendiri. Dia hanya berharap polisi dan pemerintah dapat memberi pengamanan maksimal bagi pengguna angkutan umum.
Anda memiliki pengalaman soal putra putri atau kerabat yang masih di bawah umur naik kendaraan pribadi atau angkutan umum? Silakan berbagi ceritanya ke redaksi@detik.com dan jangan lupa sertakan nama dan nomor telepon Anda.
(trq/ndr)