Kasus Aipda Sukardi, Ini Alasan Polisi Belum Terapkan Pasal Terorisme

Kasus Aipda Sukardi, Ini Alasan Polisi Belum Terapkan Pasal Terorisme

- detikNews
Kamis, 12 Sep 2013 14:09 WIB
Aipda Sukardi (Agung/ detikcom)
Jakarta - Polisi enggan terburu-buru dalam menerapkan penggunaan Undang-undang Terorisme dalam kasus penembakan Aipda Sukardi. Polisi bersikukuh menggunakan pasal pidana pembunuhan berencana (340 KUH Pidana). Ini alasan polisi menerapkan pasal pidana itu.

"Setelah kita berhasil tangkap tersangkanya baru kita mengungkap kaitannya dengan teror ataukah pelaku yang berbeda. Berbeda dengan teror-teror yang kita kenal, yang mereka lakukan selama ini meletakkan bom dan sebagainya kalau ini kan melakukan penembakan kepada rekan kami yang gugur pada saat melaksanakan tugas," kata Kepala Divisi Humas Polri Irjen Ronny F Sompie, di Mabes Polri, Jl Trunojoyo, Jakarta Selatan, Kamis (12/9/2013).

Bukti kejahatan yang ditemukan di lokasi kejadian serta hasil otopsi, jelas Ronny, menjadi dasar penerapan pasal pembunuhan berencana. "Jangan membiaskan arah penyidikan yang seharusnya bertitik tolak pada fakta, bukti-bukti di lapangan," papar Ronny.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Jangan dulu kita simpulkan berbeda atau ada kesamaan, kita harus melihat dari fakta. setelah fakta ini kemudian hasil penyelidikan yang dilakukan tim ini bisa dirumuskan, di situ baru lihat ada kaitan atau tidak (dengan terorisme). Berbeda atau tidak," ujarnya.

Sebelumnya, Polri menerapkan pasal pembunuhan berencana terhadap para pelaku penembakan Aipda Sukardi. "Kita masukan ke ranah pidana berdasar KUHP (Kitab Undang-undang Hukum Pidana), ini adalah kasus pembunuhan," kata Kadiv Humas Polri Inspektur Jenderal (Irjen) Ronny F Sompie, di Mabes Polri, Jl Trunojoyo, Jakarta Selatan, Kamis (12/9/2013).

"Jadi ini bisa pembunuhan berencana. Bisa juga pasal 338 KUHP (penganiayaan yang berakibat hilangnya nyawa)," imbuh Ronny.

Polisi juga menerapkan pasal pencurian dengan kekerasan (365 KUHP) terkait hilangnya senjata Aipda Sukardi. "Hilangnya senjata korban, ini bisa juga dengan pasal berlapis, kejahatan pencurian dengan kekerasan," jelas Ronny.

Penerapan pasal pembunuhan berencana, papar Ronny, dilihat dari modus operandi yang dilakukan pelaku. "Kalau tidak direncanakan bagaimana mereka melakukan penghadangan terhadap korban, kemudian melakukan penembakan," kata Ronny.

(ahy/gah)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads