"Saya rasa itu sulit, makanya harus kita kaji itu. Kita enggak terlalu berani bilang iya, karena secara logika anak-anak di bawah umur ini nggak seharusnya keluar tengah malam. Apalagi jalan raya, kalau itu kan sudah ada UU No 22/2009 tentang Angkutan Lalu Lintas dan Jalan Raya. Di situ bilang harus punya SIM yang syaratnya umur 17 atau 18 tahun," kata pria yang akrab disapa Ahok itu di kantornya, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, Kamis (12/9/2013).
Proses pengkajian rencana ini pun menjadi perdebatan di Dinas Pendidikan DKI. Sehingga Ahok akan meminta masukan dari seorang pakar terkait untuk mencari tahu dampaknya terhadap tumbuh kembang anak-anak.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Ahok, lingkungan masih mampu mengontrol perilaku anak-anak yang mungkin menyimpang. Ia percaya dengan masyarakat Jakarta di lingkungan mereka yang mampu mengontrol aktivitas para pelajar atau anak-anaknya.
"Saya kira bisa dikontrol di lingkungan perumahan saja. Yang tidak boleh kalau membawa kendaraan kebut-kebutan tengah malam. Jadi jangan gara-gara ada kasus anak kecil menabrak itu terus ada jam malam juga," ujar Ahok.
Ahok menyarankan pengawasan di tingkat RT dan RW lebih diberdayakan untuk mengontrol aktivitas pelajar atau anak-anak yang sampai larut malam. Termasuk sudah adanya hukum pidana jika aktivitas tersebut mengganggu keamanan dan ketertiban masyarakat.
"Yah lebih baik RT/RW-nya, dikontrol kalau ada anak pelajar keluar jalan. Ya harus patroli dan harus tanya. Kita tidak mungkin menggunakan sistem pager ayu terus, kita mau jaga berapa? Mau jaga tujuh juta orang di jalan? nggak mungkin. Makanya harus ditegakan hukum, kalau melanggar harus ada sanksinya," tutup Ahok.
(vid/mok)