"Polanya adalah pola jaringan gerilya kota," kata pengamat terorisme Noor Huda Ismail saat dihubungi detikcom, Rabu (11/9/2013) malam.
Huda mengatakan, pola tersebut mirip dengan paham yang selama ini beredar di internet. Sehingga dikhawatirkan kasus tersebut akan terulang kembali karena telah terlanjur beredar luas.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Terjadi pergeseran pada tahun 2009. Karena polisi melakukan pelanggaran HAM saat melakukan penangkapan terhadap pelaku teror," terangnya.
Sementara itu saat ini polisi mengalami kesulitan untuk menangkap pelaku. Sebab kali ini pelaku disinyalir berasal dari jaringan baru.
"Sekarang ini banyak jaringan baru, kecil-kecil. Mereka bergerak secara independen," ucap Huda.
Menurut Huda, peran aktif masyarakat juga sangat diperlukan dalam membantu mengungkap pelaku. "Masalahnya orang Jakarta ini kan cuek," ungkapnya.
Senada dengan Huda, Kriminolog dari Universitas Indonesia Mulyana W Kusumah mengatakan pola gerilya kota tersebut sudah cukup lama beredar di internet. Sehingga sangat mungkin dijadikan panduan oleh para pelaku teror.
"Judul bukunya Minimanual of the Urban Guerrilla, karangan Carlos Marighella," kata Mulyana.
Namun menurutnya polisi jangan terlalu kaku dalam menyelidiki kasus penembakan tersebut. Sebab kemungkinan motif yang melandasi pelaku tak sebatas teror belaka.
"Ada juga kemungkinan ke situ, maka persiapan proteksi akan lebih lagi. Polisi di lapangan harus kerja satu tim," terang Mulyana.
(kff/trq)