Informasi baru ini disampaikan oleh intelijen Jerman dan diberitakan oleh media setempat, Der Spiegel. Seperti dilansir Daily Mail, Kamis (5/9/2013), badan intelijen Jerman atau yang biasa disebut BND menyadap percakapan telepon seorang komandan senior kelompok Hizbullah dengan Kedutaan Besar Iran di Libanon.
Dalam panggilan telepon tersebut, si komandan senior Hizbullah menyebutkan niat Presiden Assad untuk melakukan serangan kimia demi menjaga keseimbangan kekuasaan di ibukota Damaskus. Namun nampaknya serangan kimia yang dilancarkan Presiden Assad menjadi bumerang baginya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Presiden BND Gerhard Schindler menuturkan, setelah melalui analisis menyeluruh, bisa dipastikan bahwa pelaku serangan kimia pada 21 Agustus tersebut adalah rezim pemerintah Suriah. Diduga keras, pemerintah Suriah memiliki senjata kimia berbentuk gas sarin.
BND sendiri meyakini bahwa penggunaan gas sarin dimaksudkan untuk melawan kelompok anti-Assad, namun militer Suriah menggunakannya secara berlebihan.
"Percakapan telepon yang disadap oleh BND ini bisa menjadi bagian penting dalam melengkapi teka-teki yang tengah dikumpulkan oleh ahli intelijen negara-negara Barat," demikian ulasan majalah Der Spiegel.
Di sisi lain, meski mendapat temuan ini, Jerman sendiri telah memutuskan untuk tidak bergabung dalam aksi militer ke Suriah. Senada dengan Jerman, Inggris juga memutuskan untuk tidak ikut serta dalam aksi yang diserukan oleh sekutu dekatnya, AS.
Namun sejauh ini, AS mengklaim sudah ada beberapa negara yang menawarkan diri untuk bergabung dalam aksi militer ke Suriah. Menteri Luar Negeri AS John Kerry menyebut negara-negara seperti Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Qatar, Turki, dan Prancis telah menyatakan dukungan terhadap rencana AS tersebut.
(nvc/ita)