Gebrakan 'Anak Kolong' di Markas Polri

Gebrakan 'Anak Kolong' di Markas Polri

- detikNews
Kamis, 05 Sep 2013 13:17 WIB
Gebrakan Anak Kolong di Markas Polri
Komjen Oegroseno (Foto: Ari Saputra/detikcom)
Jakarta - Komjen Oegroseno resmi memangku jabatan Wakil Kapolri sejak awal Agustus 2013 lalu. Belum dua bulan menjabat, mantan Kepala Badan Pemeliharaan Keamanan (Kabaharkam) Polri ini berupaya membuat gebrakan ke dalam tubuh Korps Bhayangkara.

Beberapa ide dicetuskan untuk merubah budaya yang ada di Polri. Langkah itu dilakukan karena dinilainya jurang pemisah antara masyarakat dan kepolisian makin melebar. Ini terlihat dari tidak percayanya masyarakat dalam proses hukum yang dilakukan kepolisian.

"Budaya sungkan, budaya malu masih perlu dibangun. Malulah kalau Letda (sekarang Ipda) pakai roda empat, itu malu" kata putra almarhum Brigjen Pol (Purn) Rustam Santiko ini di Aula PTIK, Jl Tirtayasa, Jakarta Selatan, Selasa (3/9/2013).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Selama kariernya sosok Oegroseno penuh dengan kontroversi. Menjabat Kapolda Sulawesi Tengah di 2006, jenderal bintang tiga ini menentang eksekusi mati terhadap pelaku kekerasan Poso Fabianus Tibo, Marinus Riwu, dan Dominggus da Silva, yang divonis mati Pengadilan Negeri Palu pada tahun 2001.

Begitu pula saat dirinya menjabat Kapolda Sumatera Utara di 2010-2011. Guna membangun pelayanan polisi yang humanis, dia menerapkan slogan 'Jangan Ada Darah dan Air Mata di Kantor Polisi'.

Saat ini, dia mejabat sebagai orang nomor dua di tubuh kepolisian. Beberapa gebrakan ke dalam dia tengah bangun. Berikut catatan detikcom mengenai rencana pembenahan internal di tubuh kepolisian.

1. Dicari! Calon Polisi Bermoral, Tak Perlu Gagah

Bang Dedi, polisi difabel yang sukarela atur lalu lintas di Ciledug (Foto: Bagus PN-detikcom)
Polri tengah membuat terobosan baru dalam merekrut calon anggotanya. Citra polisi selalu diidentikan dengan kecakapan fisik dan cara berpikir.

Namun, Oegro menilai kebutuhan tersebut belumlah mencukupi. Seorang pelayan, pengayom, dan pelindung masyarakat sedianya mengedepankan moral ketimbang gagah dan pintar.

"Polisi yang dicari adalah moralnya dulu, jangan otaknya dulu, Otak bisa diasah, dilatih, baru profesional," kata Oegro di depan ratusan Kapolres di Mako Brimob, Kelapa Dua, Depok, Jabar, Rabu (4/9/2013).

"Kalau matanya tutup sedikit, kakinya pincang sedikit kita tolerir, yang penting kesehatannya, kita jadikan polisi. Kenapa polisi harus gagah terus?" imbuhnya.

Langkah ini dilakukan untuk mempersiapkan program satu desa satu polisi. Ini pun untuk mengefektifkan peran masyarakat sekitar yang lebih mengetahui kondisi wilayahnya serta mempercepat penanganan bila Polsek berada jauh dari pedesaan.

"Jangan sampai polisi dari kota masuk desa, nanti dia enggak betah minta balik lagi ke kota. Kalau warga di situ, dari brigadir sampai nanti dia pensiun mengabdi untuk desanya," selorohnya yang disambut tawa peserta Apel Kasatwil.

2. Dilarang Menyiksa Tahanan

Ilustrasi (Foto: Andi Saputra/detikcom)
Slogan 'Jangan Ada Darah dan Air Mata di Kantor Polisi' rupanya masih melekat di benak Oegro. Dia tidak memungkiri masih terjadi praktik kekerasan yang dilakukan anak buahnya terhadap masyarakat, khususnya mereka yang ditahan di sel polisi.

"Tidak ada lagi seorang tahanan yang disiksa di kantor polisi. Ini bukan zaman dulu lagi, nahan orang nggak boleh sembarangan," kata Wakapolri Komjen Oegroseno usai menutup Apel Kasatwil di Mako Brimob, Kelapa Dua, Depok, Jabar, Rabu (4/9/2013).

Setiap polisi wajib menghargai hak para tersangka. Apabila tersangka yang menghuni ruang tahanan tersebut sampai meninggal dunia, maka atasan dari kepolisianlah yang harus bertanggungjawab.

"Orang masuk kantor polisi lalu digigit nyamuk demam berdarah dan meninggal dunia, kita lihat siapa nanti yang diganti, Kapolresnya atau Kasatnya," kata Oegro.

Di kesempatan sebelumnya, mantan Kalemdik Polri ini menyatakan, masyarakat harus dibuat senyaman mungkin saat berhadapan dengan polisi.

"Jangan sampai masyarakat yang berhadapan dengan kepolisian merasa dipersulit," kata Oegro di halaman Baharkam, Jl Trunojoyo, Jakarta Selatan, Kamis (1/8/2013).

"Masyarakat harus lebih nikmat setelah keluar dari kantor polisi daripada masuk hotel," sambung mantan Kadiv Propam Polri ini.

3. Bangun Budaya Malu, Polisi Diimbau Tak Hidup Glamor

Mobil-mobil Irjen Djoko Susilo, terdakwa kasus korupsi Korlantas Polri (Foto: Ramses/detikcom)
Oegroseno menilai ada kesenjangan antara kepolisian dan masyarakat. Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) sempat mengkritik gaya hidup glamor beberapa anggota kepolisian. Wakil Kapolri Komjen Oegroseno meminta jajarannya untuk membangun budaya malu.

"Budaya sungkan, budaya malu masih perlu dibangun. Malulah kalau Letda (sekarang Ipda) pakai roda empat, itu malu" kata Oegroseno di Aula PTIK, Jl Tirtayasa, Jakarta Selatan, Selasa (3/9/2013).

Upaya untuk hidup sederhana dan tidak menonjolkan kekayaan, kata Oegro, nantinya akan diterapkan di dalam pendidikan-pendidikan di kepolisian.

"Kita akan ingatkan terus, kita harus sering bicara karena ini masalah moral," katanya.

Langkah nyata yang akan dilalukan adalah dengan meminta para polisi-polisi baru agar tak sungkan naik angkutan umum. Selain agar tahu kondisi keamanan transportasi juga agar dekat dengan masyarakat.

"Saya ingatkan, kalau polisi baru lebih baik naik bus kota biar dia bersama masyarakat. Jangan naik mobil," ujar Oegro di Auditorium PTIK, Jl Tirtayasa, Jakarta Selatan, Senin (2/9/2013).

Selain itu, para perwira menengah akan diminta untuk melaporkan harta kekayaannya. Jangan sampai muncul dugaan yang tidak-tidak dari masyarakat soal harta kekayaan polisi.

"Kita kan ingarso sing tulodo, jadi yang di depanlah ngasih contoh dulu," katanya.

4. 400 Ribu Loket Pengaduan Masyarakat

(Foto: dok detikcom)
Mengawasi, menata internal, dan mengambil simpati serta kepercayaan masyarakat terhadap Polri menjadi pekerjaan rumah Wakapolri baru Komjen Oegroseno. Fungsi Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) akan digenjot kinerjanya, salah satunya dengan membuka 400 ribu loket pengaduan masyarakat.

"Loket ini nantinya akan menampung pengaduan masyarakat tentang perilaku anggota Polri. Ke depan, ini yang sedang kita bangun," kata Oegroseno, Selasa (13/8/2013) malam.

Pola kerja dalam perwujudan ide tersebut adalah setiap anggota Polri yang berada di lingkungan masyarakat, wajib menerima setiap aduan masyarakat. Cara ini kiranya dapat memudahkan masyarakat untuk tidak bersusah payah mendatangi kantor polisi.

"Semua anggota Polri wajib menerima laporan itu. Ini menjadi salah satu cara menciptakan kepercayaan masyarakat kepada Polri," ujarnya.
Halaman 2 dari 5
(ahy/nwk)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads