Memberdayakan Penyandang Cacat Melalui Masakan

Laporan dari Singapura

Memberdayakan Penyandang Cacat Melalui Masakan

- detikNews
Kamis, 05 Sep 2013 04:59 WIB
Singapura - Bukan rahasia kesejahteraan dan kehidupan sosial penyandang cacat tubuh maupun mental masih memprihatinkan. Keterampilan yang diajarkan, belum memudahkan mereka mendapatkan pekerjaan layak karena kalah bersaing dengan bukan penyandang cacat.

"Ini yang memotifasi saya mendirikan Dignity Kitchen," kata Seng Choon Koh, direktur eksekutif Dignity Project, di workshop-nya di Kaki Bukit, Bedok, Singapura, Rabu (4/9/2013).

"Misi saya membangun dan mengembalikan harga diri penyandang cacat melalui pekerjaan sesuai minat, bakat dan gairah mereka," imbuh Koh kepada rombongan jurnalis Indonesia yang diundang Singapore International Foundation.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dignity Kitchen adalah pusat jajan sekaligus sekolah memasak yang terutama ditujukan kepada para penyandang cacat tubuh, cacat mental juga manula. Di dalam perjalanannya, bukan hanya memasak yang diajarkan namun juga pelayanan dan pemasaran agar penyandang cacat mandiri sebagai penjaja makanan.

"Saya pilih memberi pelatihan memasak sebab produknya mudah jual, setiap hari orang butuh makanan. Bila dilatih membuat kerajinan tangan atau perabotan, kan nggak setiap hari orang mau membeli hasil kerajinan tangan sebab bukan kebutuhan pokok," jawab Koh yang pernah bekerja di PT Pindad, Bandung.

Selama masa berdirinya kantin Dignity Kitchen pada 2010, tidak ada konsumen yang datang. Sedangkan konsumen yang pernah datang, tidak kembali lagi karena masih kuatnya pengaruh pandangan merendahkan bahkan jijik melihat penyandang cacat.

Maklum saja penyandang cacat yang ditampung bukan hanya tuna wicara atau tuna netra. Ada yang menderita down sindrom, cerebral palsi, polio, short memory, epilepsi, parkinson, autis, stroke, kepribadian ganda, gangguan jiwa bahkan skrizofenia.

"Maka saya tekankan kepada anak-anak (penyandang cacat peserta pelatihan Dignity Kitchen -red) makanan harus enak dan pelayanan harus bagus, sebab yang kita lakukan adalah bisnis. Buat agar orang jadi pelanggan karena makanan kita enak dan harga terjangkau. Jangan sampai mereka datang karena berbelas kasihan, kalian punya harga diri!" tegas lulusan teknik komputer dan administrasi bisnis Sheffield University, Inggris, ini.

Kesungguhan Koh membangun harga diri dan disiplin penyandang cacat tidak main-main. Setiap penyandang cacat yang bekerja di pusat jajannya, dia bayar sebesar SG$ 5 per jam. Gaji itu akan dipotong bila si penyandang cacat lalai melaksanakan tanggung jawab pekerjaannya.

Berkat kesabaran dan kegigihan para pengajar Dignity Kitchen, kini sudah ratusan penyandang cacat yang mendapatkan pekerjaan bidang kuliner di berbagai restoran, hotel juga mendirikan warung sendiri. Tidak hanya sebagai juru masak, tapi juga kasir, pemasar bahkan penyanyi.

Pada setiap jam makan siang, 400-an kursi di pusat jajan Dignity Kitchen selalu penuh pelanggan dari oleh pekerja kantor dan pabrik di sekitarnya. Para pelanggan tidak lagi mempedulikan yang melayani dan memasak makanan pesanan mereka adalah seorang tuna daksa atau cacat lainnya.

Sayangnya proyek besar Koh kurang mendapat dukungan dari pemerintah Singapura. Pengajuan permohonan mendapat keringanan pajak karena sekolah dan kantin Dignity Kitchen lebih merupakan kegiatan sosial, seolah dipingpong dari satu kementerian ke yang lainnya.

Bahkan biaya sewa gedung yang saat ini ditempati Dignity Kitchen dinaikkan oleh pemiliknya. Meski sudah balik modal, namun Koh tidak mampu membayar biaya sewa yang baru dan karenanya terpaksa pindah ke tempat lain pada akhir tahun ini.

"Sangat disayangkan bila Dignity Kitchen terpaksa pindah dari sini karena kesulitan financial. Di tempat baru nanti Pak Koh harus memulai segalanya dari awal. Apa yang dilakukan Pak Koh dan teman-temanya sangat luar biasa, mereka social entrepreneur sejati, harusnya mendapat insentif dari pemerintah," sesal Mark See, seorang pelanggan Dignity Kitchen.

(lh/rmd)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads